10 Februari 2008

MENAPAK TANAMAN HIAS DI PULAU TIMOR


Kamis, 31-Januari-2008 - Menjejak kaki di Pulau Timor kesan pertama adalah alam yang keras, suhu panas, tanah bebatuan, tumbuhan yang jarang. Hanya hamparan ilalang yang tumbuh enggan mati tak mau. Semua itu memperkuat kesan bahwa pulau Timor adalah lingkungan yang sarat dengan perjuangan kehidupan.

Sejak keluar dari kompleks bandara El Tari di kota Kupang, nuansa keras kehidupan di Pulau Timor semakin nampak dengan pembangunan daerah yang kurang begitu maksimal. Banyak rumah penduduk masih jauh dari taraf kehidupan masyarakat sehat. Bangunan perumahan juga kurang tertata dengan sempurna.

Pulau Timor adalah pulau paling besar yang dimiliki propinsi Nusa Tenggara Timur. Selain pulau Timor, NTT memiliki hampir 550 pulau. Ada pulau-pulau besar dan sedang. Banyak pula pulau-pulau kecil yang belum diberi nama secara resmi. Tiga pulau utama di NTT adalah pulau Flores, Sumba, dan pulau Timor Barat.
Pulau Timor pada bagian selatan dan tenggara terletak negara Australia. Pada sebelah barat laut adalah pulau Sulawesi dan pada arah barat ialah pulau Sumba. Pada sebelah barat-barat laut Timor adalah kepulauan Flores dan Alor, dan pada sebelah timur laut terletak Kepulauan Barat Daya, termasuk Wetar.

Kehidupan alam pulau Timor sangat variatif. Kala terik, suhu udara bisa mencapai 35 derajat celcius. Kala malam, udara di daerah pegunungan Pulau Timur bisa mencapai beberapa derajat celcius di atas titik nol. Karena itulah, hingga sekarang masyarakat di pulau Timur masih banyak yang melestarikan Ume Kbubu.
Ume Kbubu adalah rumah adat di pulau Timor. Ume Kbubu artinya rumah bulat. Rumah adat di pulau Timor di beri nama Ume Kbubu, karena memang rumah tinggalnya berdiameter bulat. Biasanya hanya berdiameter sekitar 3 - 4 meter. Bentuknya seperti tumpeng bagi masyarakat Jawa. Sekeliling Ume Kbubu beratapkan ilalang kering yang sangat tebal.

Konon, banyak masyarakat yang masih suka melestarikan Ume Kbubu, karena sangat efektif berfungsi untuk melindungi keluarga dari serangan hewan liar dan dingin malam yang bisa menerjang siapa saja. Karena itu, bangunan Ume Kbubu tidak terlalu panjang. Hanya cukup untuk tempat tidur. Untuk masak dan kamar kecil disediakan ruang di luar Ume Kbubu.

Mengingat keberadaan cuaca di Pulau Timor yang sangat ekstrim, maka tidak terlalu banyak tumbuhan yang bisa bertahan hidup di lingkungan yang biasa. Karena itulah keberadaan tanaman hias di Pulau Timor, khususnya di beberapa kota dan kabupaten yang terletak di dataran rendah, keberadaannya menjadi sangat berarti.

“Kalau hanya bergantung alam, seperti tanaman dibiarkan begitu saja, maka tanaman akan mati. Tanaman hias di Kupang bisa hidup kalau mendapat perawatan lebih. Seperti ditaruh di teras rumah dengan perawatan intensif setiap hari.” ungkap ibu Kennedi, istri Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Kupang.

Begitu sulitnya melakukan perawatan terhadap tanaman hias, tidak banyak rumah tangga di Kupang yang intens memelihara tanaman hias. “Memang hanya sedikit keluarga di Kupang yang merawat tanaman hias dengan serius. Tanaman yang dirawat paling hanya keladi atau aglonema lokal yang mungkin di Jawa tidak ada nilainya.” ungkap Mama Mollo, pedagang tanaman hias yang membuka stand di depan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Belum banyaknya masyarakat yang berminat terhadap tanaman hias, bukan berarti pulau Timor tidak memiliki tanaman hias yang membanggakan. Pulau Timor memiliki beberapa jenis tanaman khas, yang mungkin jarang ditemui di daerah lain. “Jenis tanaman yang langka itu adalah Sarang Semut, Pachypodium dan berbagai bahan tanaman bonsai. Dengan medan ekstrim dan kekayaan lingkungan yang sangat spesifik, pulau Timor memiliki kekayaan yang mungkin jarang orang lain tahu.” ungkap Mama Mollo.

Belum banyaknya masyarakat yang mengembangkan tanaman hias untuk dinikmati dalam lingkungan rumah tangga, juga berimbas pada minimnya pengusaha bunga dalam skala besar. “Di Kota Kupang, tidak lebih dari 5 orang yang melakukan usaha agrobisnis tanaman hias secara serius. Dari jumlah yang sedikit itupun, dua pengusaha tanaman hias paling besar di Kupang, berasal dari daerah Batu, Jawa Timur.” ungkap Arifin Djenawa, dosen Universitas Muhammadiyah Kupang yang mengaku mulai meminati tanaman hias untuk koleksi di rumahnya.

Ada belasan orang di Kota Kupang yang memulai merintis usaha tanaman hias. Usaha mereka dilakukan dengan pola yang sangat sederhana. Pedagang hanya menjajarkan tanaman hias yang dijual dalam jumlah kecil di pinggir jalan, seperti orang yang menjual jajanan.

“Kami berjualan dengan cara berpindah. Karena tidak ada tempat jualan yang bagus. Kami bawa tanaman, dalam jumlah puluhan, lalu dijual di pinggir jalan. Ada Aneka Krissan, Cemara, Puring, Samia Kulkas, Ephorbia dan Adenium.” ungkap Dery Kase, penjual tanaman hias yang mangkal di jalan Lalamente dan jalan Polisi Militer, Kota Kupang.

Selain penjual dalam skala kecil yang menjajakan tanaman secara nomaden di pinggiran jalan, ternyata ada juga pedagang dalam skala besar. Salah satunya adalah Fina Kristanti. Ibu satu anak berusia 26 tahun ini memiliki koleksi tanaman dalam jumlah lengkap dan bagus. Memiliki stan bunga besar bernama Stan Bunga Nusa Indah. Di atas lahan 500 meter yang terletak di jalan Cempaka Lama, Forten, Kota Kupang, Fina menjual aneka tanaman sekelas nursery besar di Surabaya. Ada indukan gelombang cinta, ada indukan berbagai tanaman aglaonema, samia kulkas, anggrek, pillo hingga aneka palem.

“Stand saya besar karena ini dulu rintisan ayah kebetulan dari Batu, Jawa Timur. Dirintis sejak tahun 2000. Bapak saya bernama Gamun, dari Jl. Mawar Kuning 17 Sidomulyo, Batu. Setelah sukses, bapak pulang ke Jawa. Saya melanjutkan. Namun bapak tetap membantu mengirimi tanaman yang kita perlukan dari Jawa. Jadi kalau perlu tinggal kontak, lalu dikirim.” tutur Fina yang koleksi indukan gelombang cintanya dibandrol 5 juta rupiah itu.

Soal peluang pasar, baik Dery maupun Fina mengaku optimis dengan tanaman hias di Kupang khususnya, dan NTT. “Walaupun belum booming seperti di Jawa dan Sumatera, namun kecenderungan peningkatan minat masyarakat terhadap tanaman hias sangat tinggi. Kalau dulu masyarakat hanya memelihara Aglao jenis lokal, sekarang sudah mulai banyak yang menanyakan Pride of Sumatera. Jadi kita yakin akan ada peningkatan. Hanya memang perlu intensitas dalam hal sosialisasi dan pemasaran.” ungkap Dery Kase kembali.

Jadi peluang untuk membuka usaha di Kupang tetap terbuka dengan lebar. Anda tertarik mengembangkan usaha di Pulau Timor? Kalau ada minat, mengapa tidak dirintis mulai sekarang? – Majalah Kembang/basuki babussalam
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=143

Tidak ada komentar: