17 Desember 2007

Polesan Secantik Mung Mee Srisuk


trubus-online.com - Sabtu, 01 Desember 2007) Penampilan cochine berpaduan warna merah cerah dan hijau pekat milik Songgo Tjahaja, kolektor di Jakarta Barat, itu mempesona. Di dalam pot berdiameter 50 cm, sebatang indukan dikelilingi anakan-anakan hingga membentuk tajuk selebar 1 m. Yang istimewa, sosok tanaman sehat, ukuran daun seragam, dan warna cerah.

Lalu masih ingat pada mung mee srisuk? Aglaonema turunan cochinchinense itu meraih gelar terbaik di kontes tanaman hias Flora dan Fauna 2005. Sosoknya kompak, rimbun, dan warnanya merah pekat menarik. Penampilan dan prestasi yang terbilang spektakuler karena cochine dan turunannya sulit dirawat. Punya cochine prima patut diacungi jempol.

Lihatlah apa yang dialami Gunawan Widjaja di Sentul, Bogor. Aglaonema turunan cochine miliknya mati lantaran busuk. Mula-mula daun menguning, lalu mengering satu per satu. Usut punya usut ternyata media yang digunakan terlalu lembap. Pemilik nurseri Wijaya Orchids itu menggunakan cocopeat sebagai salah satu campuran media.

Sifat cocopeat mengikat air. Padahal, anggota famili Araceae itu menyukai media porous, kering, dan cenderung basa. Maklum, di habitat asal-Myanmar, selatan Thailand, Kamboja, dan Vietnam Selatan-cochine hidup di antara semak-semak tandus atau di bawahnya. Kerabat anthurium itu tumbuh di daerah gersang berbatu dan bukit berkapur.

Pantas Gunawan lantas mengganti bahan media dengan pasir agar porous. Para hobiis sepakat, media kunci sukses merawat cochine agar prima. Di Semarang media yang dipakai campuran sekam bakar yang telah diayak dan pasir malang dengan perbandingan 4:1. Untuk menaikkan pH, ditambahkan kapur dolomit sebanyak 5% dari komposisi media.

Bila rata-rata aglaonema tumbuh maksimal pada pH 6-6,5, cochine dan turunannya tumbuh bagus pada pH 7-8. Pada kondisi itu pertumbuhan tanaman lebih cepat 2-3 kali lipat. Media basa juga membuat warna daun lebih cerah.

Husny Bahasuan di Surabaya menggunakan campuran media seperti di Semarang. Hanya saja perbandingannya berbeda, 3 bagian sekam bakar dan 1 bagian pasir malang. Menurut pemilik perusahaan sarung BHS-Tex itu, cochine dan hibridanya lebih rentan serangan penyakit karena ringkih. Jika media terlalu basah, cendawan datang menyerang akar. Akar busuk dan tanaman mati.

Akar besar

Sifat cochine mirip Caladium sp. Bila media asam dan lingkungan tidak menguntungkan ia dorman atau berhenti tumbuh. Kalau biasanya setiap bulan muncul 1 daun, bisa-bisa dalam 2 bulan tak ada daun muncul.

Cochine dan turunannya memiliki akar besar yang berfungsi menyimpan air dan cadangan makanan. Maklum, ia hidup di daerah bebatuan. Oleh karena itu, menurut Greg Hambali, penyilang aglaonema di Bogor, frekuensi penyiraman sri rejeki itu jangan terlalu sering. Frekuensi cukup 2-3 hari sekali hingga media basah.

Cochine lebih menyukai sinar matahari dibandingkan jenis lain. Karenanya letakkan chinese evergreen itu di tempat yang lebih terang. Bila sri rejeki lain diletakkan di bawah jaring peneduh 60-70%, maka cochine dan hibridanya, 40-50%. Itu berlaku buat hibrida cochine hijau yang senang panas. Sedangkan turunan cochine yang berwarna merah membutuhkan naungan 75%. Selain itu sirkulasi udara harus lancar dan lebih kering.

Agar penampilan dan pertumbuhan tanaman lebih maksimal, berikan pupuk lengkap mengandung unsur mikro satu minggu sekali. Contohnya, Vitabloom, Kristalon, Gandasil, atau Growmore. Dosisnya 1-2 g/l air. Untuk mencerahkan warna daun, berikan pupuk dengan mengutamakan unsur mikro seperti Fe, Mg, Mn, dan Zn. Dengan perawatan yang tepat cochine dan turunannya tampil prima seperti mung mee srisuk. (Rosy Nur Apriyanti)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=122

Ragam Cara Cegah Pencurian Anthurium PASANG KAMERA, ALARM, SAMPAI ANJING PENGAMAN

Ragam Cara Cegah Pencurian Anthurium
PASANG KAMERA, ALARM, SAMPAI ANJING PENGAMAN

Tabloidnova.com) Seiring dengan kepopulerannya, laporan pencurian jenis tanaman hias ini semakin banyak diterima petugas kepolisian. Lalu, apa langkah pengamanan si pemilik tanaman yang harganya jutaan itu.

KLIK - Detail Berbagai media massa sejak awal tahun ini memberitakan beberapa kejadian pencurian anthurium dari berbagai jenis. Selain jenis anthurium, tanaman mahal lain yang juga jadi incaran tangan jahil pencuri adalah adenium. Tak hanya di Jakarta, kasus pencurian ini pun marak terjadi di daerah lain seperti Sleman (DIY), Sragen (Jateng), Surabaya (Jatim) bahkan Balikpapan (Kaltim).

Salah satu pencurian anthurium terjadi di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (27/10) silam. Ketika dihubungi, Kamis (15/11) Kanitreskrim Polsek Kebon Jeruk, Iptu. Yustianto membenarkan kasus ini. “Sekarang kasusnya sudah kami limpahkan ke Polres Jakarta Barat,” tuturnya.

Dua tersangka SR (25) dan HR (14)sudah diamankan petugas. Ketika itu, mereka tertangkap basah sedang mencuri empat tanaman hias anthurium seharga Rp 8 juta. Keduanya mengaku mencuri karena ada pesanan dari seseorang yang bersedia membeli satu tanaman anthurium curiannya itu Rp 400.000. Padahal, harga tanaman itu dibeli pemiliknya dengan harga Rp 2 juta.

Para tersangka mengaku tergiur karena barang curiannya cepat terjual. Itu sebabnya, mereka tampak benar-benar menyusun strategi sebelum menjalankan aksinya. Misalnya saja SR dan HR. Tindakannya saat menjalankan aksi sungguh tak biasa. Ia merasa tak sanggup melewari pagar kawat berduri yang dipasang si pemilik rumah. Tak kurang akal, ”Saya membuat lubang seukuran badan di bawah pagar,” aku SR.

KLIK - Detail Beruntung ada warga sekitar memergoki perbuatan SR dan segera memanggil warga lainnya untuk mengamankan SR dan HR. Kini keduanya meringkuk di sel Polres Jakarta Barat. Nah, seiring maraknya pencurian tanaman mahal ini, si pemilik juga menyusun cara untuk menangkalnya.

BEBERAPA KALI KECURIAN
Sejak booming anthurium tiga tahun lalu, nursery bernama toekang keboen di kawasan Serpong sudah mulai menjual jenis tanaman berdaun besar ini. Demi memuaskan pelanggannya, beberapa jenis harus didatangkan dari Thailand. Tak heran, harga yang ditawarkan bisa mencapai puluhan atau ratusan juta rupiah.

Berbicara masalah pencurian tanaman, Andi Wijaya, pemilik nursery bernama toekangkeboen ini mengaku beberapa kali menjadi korban. “Sejak aglonema naik daun, kami sudah pernah kehilangan beberapa koleksi. Ketika harga anthurium mahal, saya juga pernah kecurian. Sepertinya pencuri juga mengikuti tren tanaman hias,” aku Andi sambil tertawa.

Sekitar 2004 lalu, Andi mengaku rugi sampai ratusan juta rupiah. Kala itu, adenium mahal koleksinya digondol maling. “Seluruh tanaman yang ada di ruangan itu habis. Dari situ saya belajar untuk meningkatkan keamanan,” ucapnya.

Sejak itu, semakin hari keamanan usahanya semakin ditingkatkan. “Enggak cukup hanya dikunci dan dipasang tralis besi. Supaya aman, tetap harus ada yang menjaga setiap malam. Untuk itu, kami mempunyai dua orang petugas keamanan,” ujar pria yang pernah menjual satu pot anthurium supernova seharga Rp 175 juta.


Rupanya, cara ini masih belum cukup. Yang terbaru, Andi memasang alarm di sekitar koleksi anthuriumnya. “Dan ternyata itu sangat membantu. Buktinya, baru beberapa hari lalu alarm itu menggagalkan pencurian di toko kami. Kejadiannya malam hari. Pencuri berusaha masuk melompat pagar,” ungkapnya.

KLIK - Detail Belum sampai lokasi koleksi anthurium, gerakan sang pencuri terdeteksi oleh alarm yang dipasang Andi. “Langsung heboh karena alarm bunyi meraung-raung. Sayangnya pencuri berhasil melarikan diri. Kami hanya menemukan sandal dan karung. Pemasangan alarm yang saya lakukan ternyata sampai sekarang terbukti ampuh,” ucap Andi sambil tersenyum.

Ditambahkan Andi, setiap pedagang dan pemilik anthurium pasti sudah mempunyai cara tersendiri dalam mengamankan koleksinya. Masih ada satu lagi cara Andi mengamankan tanaman mahalnya. “Selain menyewa dua orang keamanan khusus malam, karyawan saya juga tidur di sini.”

KEAMANAN BERLAPIS

Seperti Andi, Chandra Gunawan Hendarto, pemilik Godongijo Nursery juga punya pengalaman buruk. Tahun lalu, 60 pot sekaligus, digasak pencuri. Kalau dihitung, “Total kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah. Kami sempat menyebar foto tanaman yang dicuri. Saat itu, kan, jumlah anthurium belum begitu banyak. Tapi, sampai saat ini belum ada informasi keberadaannya,” kisah Chandra.

Nursery yang terletak di Serua, Cinangka, Sawangan, Kotamadya Depok itu ada beberapa green house. Selain itu, di sana juga ada beberapa fasilitas berupa salon tanaman, kids room atau tempat mainan anak-anak, tempat penjualan sarana produksi pertanian, klinik tanaman hias, perpustakaan, toko buku pertanian, tempat parkir, serta areal cafe dan restoran. Untuk menjamin keamanan semua koleksi berbagai jenis tanaman hias yang tersebar di atas lahan 2,5 hektar miliknya, Chandra menerapkan beberapa sistem keamanan.

KLIK - Detail Pertama, “Kami membangun pagar beton di sekeliling kebun dan di atasnya kami beri kawat berduri. Lalu, kami perlu juga beberapa tenaga keamanan,” cetusnya. Di tempat yang luas itu, jelas Chandra, pengawasan petugas keamanan pastilah sangat terbatas. Masih ada lagi yang dilakukan Chandra yaitu melepas 20 anjing di sekitar kebun.

Anjing-anjing itu tak bertugas sepanjang waktu. “Malam hari adalah waktu anjing-anjing ini bertugas. Dua orang petugas keamanan khusus pun berkeliling setiap malam. Kalau siang enggak perlu, kan banyak orang di sini,” ujar pria yang sudah sembilan tahun berkiprah di bidang tanaman hias ini.

“Anjing sangat baik untuk keamanan, ada suara sedikit saja pasti mereka akan menggonggong. Agar semakin efektif, anjing kami bagi di lima area kebun yang dipisahkan dengan pagar kawat supaya mereka enggak mengumpul di satu lokasi,” terang Chandra yang memiliki banyak tanaman mahal. Ia juga punya 200 jenis varietas yang berbeda dari adenium dan beberapa jenis aglonema.

Untuk lebih memantapkan sistem keamanan, Chandra juga memasang delapan unit kamera keamanan yang tersebar di beberapa titik. Memang Chandra patut merasa cemas dengan keamanan koleksinya. Pasalnya, “Harga satu pot anthurium termahal yang ada di ruang pamer berkisar Rp 30 – 40 juta. Sebenarnya saya punya lebih banyak dari yang ada di ruang pamer, semuanya saya taruh di kebun lain yang jaraknya sekitar 10 menit dari sini,” ucapnya.

Agar keamanan semakin terjamin, ruang pamer koleksi anthurium dan aglonema yang ada di kompleks nursery itu selalu terkunci setiap saat. Pintu masuk hanya terbuka jika ada calon pembeli yang hendak melihat koleksinya. Dengan cara ini, Chandra berharap maling tak bakal mampir ke tempat usahanya.
http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=15196

Anthurium Primadona bagi Kalangan Pencuri

Kedaulatan rakyat - 07/12/2007) SEPANJANG tahun 2007, mungkin tahunnya tanaman hias Anthurium terutama jenis jenmanii. Harganya yang melambung tinggi, membuat tanaman yang aslinya berasal dari hutan Amazon menjadi 'magnet' bagi para pencuri mengalihkan sasarannya. Mungkin di kalangan pelaku kejahatan berpendapat daripada menggasak sepeda motor, lebih baik menyikat Anthurium. Sebab selain mudah dicuri, tanaman hias berbagai jenis ini harga jualnya melebihi motor 'bodong' dan cepat laku.

Sebab Anthurium terutama Jenmanii spesies tertentu misalnya, jenis Cobra, Raja Cobra, Anaconda, Phyton dan Mangkok dengan beberapa helai daun saja harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Belum lagi, anthurium dengan warna tangkai dan ruas daun warna hitam dan merah seperti Garuda Hitam, Garuda Merah, Hockery Merah dan Hockery Hitam. Tak mengherankan jika para penggemar dan pemilik tanaman hias ini ketar-ketir, sebab hampir di seluruh daerah seperti Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Solo, Wonosari, Sleman, Kota Yogya, Salatiga, Ambarawa dan kota-kota lain, hampir tiap hari terjadi pencurian tanaman hias tersebut. Yang meresahkan, sasarannya tidak hanya untuk tanaman yang telah berumur dan memiliki harga ratusan juta rupiah, Anthurium yang masih bibit yang harganya puluhan ribu rupiah-pun disikat.

Memang, bermain tanaman Anthurium, tak bedanya dengan uang valas, yang perubahannya terjadi sangat cepat di setiap saat. Contoh saja, untuk bibit gelombang cinta jenis Giant, dengan daun yang berjumlah 4 hingga 5 helai, paling murah Rp 20 ribu. Tergantung siapa yang butuh dan membeli. Begitu pula untuk Hockery, tunas yang baru tumbuh dihargai puluhan ribu rupiah. Sedangkan untuk jenmanii, dihargai perdaun Rp 100.000 - Rp 150.000. Ketika sudah menjadi tumbuhan, harganya menjadi lebih gila lagi.

Untuk jenis jenmanii, ada yang laku mencapai ratusan juta rupiah. Dalam kondisi seperti inilah, tak mengherankan jika aksi pencurian Anthurium menjadi makin marak dan nekat. Pelakunya pun tak main-main, mulai dari para penjahat dan bahkan orang baik-baik yang memiliki gemerlap harta benda, termasuk juga aparat penegak hukum yang seharusnya memerangi kejahatan. Motif utamanya adalah mengejar keuntungan ekonomi dan juga gengsi. Kasus tertangkapnya sindikat pencuri gelombang cinta di Sragen baru-baru ini menumbuhkan dugaan, di balik pencurian anthurium ini ada sosok yang memang memiliki duit dan sudah menjadi sebuah sindikasi yang memiliki jaringan luas. Di wilayah Godean Sleman, Anthurium milik seorang pejabat di Pemkab Sleman yang telah ditawar dengan harga Rp 120 juta, amblas disikat maling. Padahal rumah pejabat tersebut, telah dipagar dengan tembok yang cukup tinggi.

Di Sragen, korban pencurian Wakil Bupati Sragen Agus Fatchurrahman SH. Bunga hias gelombang cinta jenis rafflesia senilai ratusan juta rupiah diembat maling pada dini hari milik wabup dilaporkan telah dibedhol maling. Sedangkan di Sukoharjo, modus operandi pencurian Anthurium bermacam-macam. Seperti pura-pura melihat-lihat tanaman, pura-pura mau beli tapi buntutnya ngembat tanaman 'cikru' dengan cara mencabut dari pot dan lantas memasukkan ke dalam jaket. Modus lainnya dengan cara merusak gembok pintu pagar nursery. Tidak sedikit pelaku yang berhasil membawa kabur tanaman sehingga si pemilik Anthurium hanya 'ngelus dada'.

Para penggemar Anthurium-pun geram dengan ulah para pencoleng itu. Sehingga jika ada pelaku yang tertangkap pasti dihajar massa terlebih dahulu sebelum diserahkan ke polisi. Hal inilah yang dialami Ari Budianto warga Cluringan yang tertangkap basah 'nyolong' puluhan Gelombang Cinta milik korban Sumanto (47) di Bekonang, Mojolaban, Sukoharjo. Tak hanya itu, Yd (23) warga Panembahan Yogya menghembuskan napas terakhirnya di tangan massa saat berusaha 'memetik' 17 Anthurium di rumah Lukman Khusadi (49) perwira TNI AD di Dusun Rukeman Tamantirto Kasihan Bantul, Senin (12/11).

Saat itu Yd beraksi bersama Mln (27) warga Serangan Ngampilan Yogya. Meski demikian, 'pelajaran berharga' itu tak dipikirkan oleh pelaku lainnya. Mereka tetap mengintai Anthurium sambil menunggu pemiliknya lengah. Maraknya pencurian Anthurium menjadikan beberapa kolektor tanaman hias melakukan langkah preventif. Hal itu seperti dilakukan oleh H Danar Rahmanto. Pemilik Sekar Ijo Nurshery yang terletak di Ngadirojo, Wonogiri. Danar mempercayakan keamanan kios tanaman hiasnya kepada orang yang betul-betul bisa dipercaya. "Selain itu kami juga punya komitmen tetangga lingkungan rumah terdekat jangan sampai diabaikan,” ujar dia sembari menyebutkan jika kita ingin 'diuwongke uwong' maka ya harus mau 'nguwongke uwong'.

Maraknya aksi pencurian tanaman hias ini juga sempat membuat geram Kapolres Karanganyar AKBP Rikwanto. "Kami mengimbau kepada semua kapolsek untuk mewaspadai kejahatan curjem. Jika perlu ambil tindakan keras untuk pelakunya," tegasnya. Diakui antisipasi ini perlu dilakukan di tahun depan, sebab selama tahun 2007 di Karanganyar maraknya aksi pencurian tanaman hias diikuti dengan turunnya angka kejahatan konvensional misalnya pencurian kendaraan bermotor (curanmor). q - m.
http://www.koranmerapi.com/web/detail.php?sid=144865&actmenu=39

PERBANYAK AGLAONEMA DENGAN CARA PENGGAL PUCUK

Langitlangit.com Senin, 30-April-2007) Sosok aglaonema Snow White itu mempesona. Sepuluh daun hijau bertabur bercak putih membuatnya kompak. Namun, dengan pisau tajam, kres... tangan kanan Prapanpong Tangpit memotong batang si putih salju menjadi 2 bagian. Batang yang tumbuh di pot terdiri atas 4 daun; batang terpotong, 6 daun.

Prapanpong Tangpit bukan sedang meluapkan marahnya. Memang begitulah cara dia memperbanyak aglaonema. Di depan rumahnya, di bilangan Khet Thawi Watthana, Bangkok, Thailand, menghampar 3.000 aglaonema. Semuanya diperbanyak dengan pemenggalan pucuk. Dengan teknik potong pucuk, At-sapaannya-menghasilkan minimal 5 anakan per tanaman setahun. Bandingkan dengan cara konvensional, cuma 2-3 anakan per tahun.

Pemotongan pucuk, merangsang induk mengeluarkan tunas baru. 'Dari satu bonggol keluar 2-3 anakan,' ujar At. Selang 5- 6 bulan, anakan aglaonema itu dipisahkan dari induk. Setelah dirawat 1-2 bulan atau keluar akar baru, kerabat anthurium itu siap jual. Itu baru anakan dari bonggol, belum dari batang hasil pemotongan. Potongan pucuk menghasilkan sekitar 2-3 anakan dan dapat dipanen setelah berdaun 5-7 helai. Jadi anakan diperoleh dari 2 tanaman, induk dan pucuk yang dipotong.

Sehat
Karena hasilnya spektakuler, sistem potong pucuk pun ditiru pekebun di Indonesia. Sebut saja Ukay Saputra di Jakarta. Pemilik Anisa Flora nurseri itu mengadopsi teknik itu sejak akhir 2005. Penggal pucuk dapat diterapkan untuk semua jenis aglaonema, tak hanya snow white. Itu yang Trubus saksikan di kebun produksi milik Ukay di Sawangan, Depok. Di lahan 3.000 m2, pria setengah baya itu memenggal heng-heng, legacy, venus, dan pride of sumatera.

Nun di Sentul, Bogor, Gunawan Widjaja pun melakukan hal sama. Itu terlihat dari puluhan pot di atas rak setinggi 1 m yang sekilas hanya berisi media tanpa tanaman. Begitu didekati, 2-4 tunas berbentuk jarum muncul ke permukaan. Itulah bonggol-bonggol tanaman induk yang telah dipotong pucuknya. Sedangkan pucuk yang telah dipisahkan, diletakkan di bawah rak.

Agar hasil maksimal, pilih aglaonema dewasa terdiri atas 8-10 daun. Kondisinya sehat: daun segar, kokoh, dan daun muda tak mengecil. Tanaman berakar kuat, putih, gemuk, dan tak busuk. Bila syarat itu terpenuhi, lakukan potong pucuk.

Sebelum pemenggalan, Ukay dan Gunawan memberikan perlakuan khusus. Ukay membenamkan batang aglaonema lebih dalam di pot. Biasanya, panjang batang sri rejeki yang ditanam hanya 5-7 cm yang terendam media. Sebelum dipotong, panjang batang yang tertutup media jadi 8-10 cm. 'Prinsipnya seperti cangkok, sehingga akar terangsang keluar,' ujarnya. Selain itu, sri rejeki diberi pupuk lambat urai berkomposisi seimbang setiap 3 atau 6 bulan. Penyemprotan hara mikro setiap satu bulan. Untuk mempercepat akar muncul, Ukay memberikan vitamin B1 seminggu sekali.

Sedangkan Gunawan meningkatkan frekuensi pemupukan 2-3 minggu sebelum pemotongan. Biasanya pemupukan setiap satu minggu dengan pupuk seimbang berkonsentrasi 2 cc/l air. Sebelum dipenggal, ditingkatkan jadi 2 kali seminggu dengan konsentrasi sama. Tujuannya, meningkatkan jumlah makanan di akar sebelum dipotong. Ketika pucuk dipenggal, makanan dari akar tak lagi didistribusikan ke daun sehingga memacu keluarnya tunas di batang.

Potong
Kini saatnya aglaonema dipenggal. Korek media hingga terlihat akar. Sebaiknya pucuk yang akan dipotong memiliki 3 akar untuk mencegah kematian. Potong batang sri rejeki itu dengan menyisakan minimal 1 daun pada tanaman induk. Tujuannya, agar kerabat keladi itu masih bisa berfotosintesis untuk menghasilkan makanan. 'Dengan demikian tunas baru yang muncul berdaun besar,' ujar Gunawan. Pemotongan tanpa membongkar media. Artinya aglaonema tak perlu dikeluarkan dari pot agar tidak stres.

Olesi aglaonema terpotong dengan antiseptik atau obat penutup luka. Gunawan memberikan campuran bahan-bahan yang biasa dipakai untuk menyirih. Seperti campuran pinang, kapur sirih, dan gambir yang dihaluskan. Oleskan obat itu di atas luka. Setelah kering angin-sekitar 5 menit-tanam sri rejeki bagian atas dalam media campuran pasir malang, humus andam, pakis, dan sekam. Perbandingannya, 5 : 2 : 2 : 1. Siram potongan pucuk, sedangkan induk 3 hari kemudian untuk menghindari busuk batang.

Alternatif lain, rendam pucuk aglonema dalam larutan hormon, bakterisida, dan fungisida selama 0,5 jam seperti dilakukan Ukay. Lalu tanam sri rejeki itu dalam media campuran sekam bakar, cocopeat, pasir malang, dan dolomit dengan perbandingan 70 : 12,5 : 12,5 : 5. 'Dolomit berfungsi untuk menetralisir pH,' kata Ukay. Selanjutnya siram anggota famili Araceae itu dengan air rendaman sebelumnya.

Letakkan pucuk aglaonema yang memiliki ketahanan tinggi, seperti snow white dan pride of sumatera, di bawah jaring peneduh 65% sebanyak 2 lapis. Sementara jenis yang agak ringkih, seperti legacy dan venus, taruh di bawah jaring dan plastik UV agar terhindar dari hujan.

Untuk merangsang tunas pada bonggol bawah, Ukay menyemprotkan campuran auksin dan sitokinin murni satu minggu sekali. Pemberian cukup 2 kali. Selang 1 bulan, 2-3 tunas muncul dan bisa dipisahkan setelah berdaun 5 helai atau 6 bulan kemudian. Aglonema pun siap jual 1 bulan kemudian. Cepat dan banyak bukan? (Rosy Nur Apriyanti/Peliput: Evy Syriefa)


Langkah2 Pemotongan:
1. Siapkan pisau dan alat pengorek
2. Aglonema dalam kondisi sehat terlihat dari akar yang putih dan gendut
3. Korek media untuk melihat akar
4. Potong batang aglaonema dan sisakan minimal satu daun pada bonggol
5. Oleskan obat penutup luka, seperti betadine atau campuran bahan menyirih pada luka pucuk dan induk
6. Tanam pucuk aglaonema di media campuran pasir malang, humus andam, pakis, dan sekam dengan perbandingan 5: 2:2:1
7. Siram aglaonema lalu letakkan di tempat ternaungi
8. Tunas muncul 1 bulan kemudian

(Dikutip dari majalah TRUBUS 440, dari judul asli: "Demi Anakan, Penggal Leher Ratu")
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=53

TANAMAN HIAS SUDAH MENJADI GAYA HIDUP KELAS MENENGAH KE ATAS?

langitlangit.com - Kamis, 29-Nopember-2007) Dunia tanaman hias di Indonesia sungguh bergairah, ini tercermin dari kegiatan pameran yang begitu sering sampai di kota-kota kecil seperti Bantul, Muntilan, Tomohon. Pameran, fiesta, expo atau parade tanaman hias makin kerap digelar di bangunan mal di kota besar. Ajang tanaman hias juga mengambil tempat di kampus dan sekolah. Sejauh ini yang paling baik adalah acara tahunan Flora Fauna di Lapangan Banteng, Jakarta.

Tanaman hias sudah menjadi ciri dari gaya hidup masyarakat kelas menengah dan atas. Di kota-kota besar, warga yang tinggal di perumahan maupun apartemen, dan bekerja di gedung perkantoran punya pemandangan hijau di sekitarnya yang dipancarkan oleh tropical green leaf, tanaman hias tropis. Tanaman hias adalah ornamen kehidupan sehari-hari manusia. Ia menjadi peneduh temperatur alam maupun jiwa. Menjadi peredam kebisingan, penghalang angin, pelengkap arsitektur, kreasi seni, menjadi hantaran. Di Amerika, gardening adalah kegiatan waktu luang paling populer.

Di banyak negara, ribuan jenis pepohonan, besar dan kecil, tanaman hias, bunga-bunga, sampai pun pada rumput yang bergoyang, menjadi andalan bisnis besar pariwisata yang dikemas dengan beragam tema. Ada botanical gardens, historic gardens, national parks. Atau tulip festivals, rainforests walk dan lain-lain. Singapura yang berhutan beton, toh bisa menjual tropical forest, Belanda yang “negeri secuil”, punya Keukenhof yang dicintai dunia.

Di Indonesia (imbasnya bisa sampai ke Thailand) belakangan ini, para juragan bunga dan tanaman pot, serta kolektor tanaman eksotis, tengah terserang mabuk asmara. Bukan oleh makin berkobarnya gairah cinta puspa, hobi atau koleksi, tapi oleh nafsu investasi dan spekulasi, untuk meraup gain melalui pencitraan, branding, adu gengsi, desas-desus, dan kalau perlu pengelabuan. Mendadak mewabah “demam anthurium”. Mendadak orang bisa beli mobil berkat anthurium. Mendadak pengusaha mengubah nurserinya, yang tadinya anggrek, ke anthurium. Ini sebenarnya bagian dari permainan pemburu rente dan pemegang uang panas, yang tiada passion samasekali terhadap tanaman.

Kita jangan terkesima oleh dadakan seperti itu, yang memang konsekuensi dari trend-setting yang bisa dibikin-bikin setiap musim, kendati untuk anthurium agak liar juntrungannya. Namun ada baiknya kita mengambil hikmah dari test-case si raja daun ini, yakni selera akan tanaman hias semakin meluas, dan dengan nilai yang semakin membubung pula. Dengan itu pula kita menarik agribisnis ini dengan derap yang lebih konsisten, strategis, berlanjut. Sebenarnya, tanpa disadari strategi “desa kepung kota” telah terbangun di sini. Petani atau pekebun bergiat di desa-desa dan secara berkala masuk ke kota dan menduduki alun-alun atau balairung, memamerkan hasil bumi mereka.

Kini juga semakin banyak kios tanaman hias di pusat-pusat perbelanjaan kota. Kita pun kerap melihat ibu-ibu atau bapak-bapak memarkir sedan di tepi jalan untuk mendatangi lapak dagangan tanaman hias. Pameran dan pengembangan nurseri sudah saling mengisi untuk menanggapi pasar tanaman hias yang makin membesar. Untuk membuat pasar lebih kumandang, pameran harus lebih sering digelar. Baiknya para pemangku kepentingannya duduk bersama menyusun agenda yang terangkai dan merata, dari suatu pameran ke pameran lainnya, dari suatu daerah ke daerah lainnya. Rangkaian itu rapat dan penuh untuk sepanjang tahun.

Juga setiap provinsi, kabupaten atau kota dibangkitkan kebanggaan dan semangat juangnya melalui penetapan bunga atau tanaman khas setempat sebagai floral emblem/ bunga resmi. RI sendiri, bertepatan dengan Hari Lingkungan 5 Juni 1990, mengadopsi sampai tiga bunga sebagai bunga Negara (state flower), yakni: Melati (Jasmine-Jasminum sambac), Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis), dan Rafflesia (Rafflesia arnoldi). Harap diketahui bunga nasional Amerika Serikat, yakni mawar, ditetapkan melalui undang-undang oleh Kongres.

Anjuran penting lainnya, Indonesia perlu memiliki taman nasional bunga. Kita punya botanical garden, taman safari, taman margasatwa, taman nasional, taman laut, hutan raya. Harus pula dibangun taman raya khusus bunga dan tanaman hias tropis, satu di Indonesia bagian barat, satunya lagi di Indonesia bagian timur.

Daud Sinjal/ Tajuk Agrina 23 November 2007. Judul asli: Tanaman Hias, Ornamen Kehidupan Manusia
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=111

ANTHURIUM, KINI SAATNYA HARUS BERHATI-HATI

Langitlangit.com - Kamis, 29-Nopember-2007) Hati-hati! Itulah sikap yang harus diingat oleh mereka yang akan terjun ke bisnis anthurium yang sekarang sedang hangat-hangatnya. Musababnya, banyak penggelembungan harga yang terjadi. Banyak hal yang digelembungkan. Peluang pasarnya pun semu.

Teman saya seorang pemain anthurium sejak lama. Ia menjual 9 tanaman induk Anthurium jenmanii dengan nilai total Rp250-juta. Namun, kabar yang diembuskan oleh pihak lain, transaksi yang terjadi mencapai Rp975-juta. Menurut saya ini strategi kotor untuk menjebak orang supaya tertarik berinvestasi di bisnis anthurium. Padahal kalau seperti itu, ini adalah investasi yang didasarkan kebohongan.

Saya mengakui, anthurium memang cantik. Dia hanya hijau, tapi bila sosoknya rimbun sangat menarik. Di negara-negara Eropa tanaman diminati, terutama untuk mengisi kekosongan tanaman selama musim dingin. Namun, mereka pun tak sampai terlalu menggebu-gebu untuk mengusahakannya. Musababnya, anthurium daun membutuhkan ruang yang luas.

Yang lebih populer di sana justru anthurium bunga. Bunga ekor itu dengan mudah diproduksi massal. Ukurannya kecil sehingga cocok dipakai sebagai potplant di meja. Dengan produksi massal, harganya pun bisa ditekan. Lantaran biaya produksi di sana tinggi, maka para pekebun sangat memperhitungkan masa penanaman-cropping time. Kalau yang membutuhkan waktu penanaman lama, itu tidak menarik untuk investasi mereka.

Bandingkan dengan kondisi yang kini tengah berkembang di tanahair. Di mana-mana orang mengusahakan anthurium. Untuk mendapatkan tanaman dewasa mesti dirawat tahunan. Untuk memindah-mindahkannya pun harus digotong 2-3 orang. Saat ini harganya pun sudah tidak wajar. Bayangkan saja biji jenmanii kobra harganya mencapai Rp400.000. Orang berani membeli. Padahal, dari biji peluang mendapatkan tanaman yang sama dengan induknya sangat kecil. Teman saya yang pemain lama tadi saja dari 200 biji jenmanii kobra yang disemai, hanya mendapat 2 tanaman yang mirip induknya.

Orang-orang yang mau membeli dari biji itu tidak mengerti ilmu genetika. Mereka pikir bisa mencetak anthurium seperti mencetak kue di pabrik yang hasilnya pasti sama. Mereka yang berani beli induk bertongkol supaya bisa menjual biji atau anakan-anakannya sebetulnya orang-orang yang terkecoh atau mau mengecoh orang lain. Secara alami, tidak mungkin mendapatkan anakan yang persis sama dengan induknya. Hasilnya pasti beda, variasinya sangat tinggi. Kecuali tanaman yang bersifat apomiksis. Artinya tanaman yang penyilangannya tidak membutuhkan bantuan tangan manusia, tapi hasilnya sama dengan induk. Contohnya salak bali dan aglaonema tricolor. Pada anthurium, belum pernah ada laporan yang menyebutnya bersifat apomiksis.

Jadi, orang yang membeli tongkol itu seperti berjudi. Namun, sekarang orang tidak peduli, yang penting nanti bisa menjual lagi pada orang lain. Begitu seterusnya. Nanti kalau tanaman sudah besar, baru ketahuan penampilannya berbeda dengan indukan. Hanya saja karena yang sekarang bergerak adalah pedagang, bukan grower, maka mereka tidak merasa perlu untuk membuktikan itu asli atau tidak. Kriteria tentang varian anthurium tertentu pun tidak pernah jelas.

Kasus vanili
Waktu saya bertemu dengan pemain tanaman hias dari India, ia bercerita tentang kasus vanili di sana yang mirip seperti anthurium di tanahair saat ini. Para pekebun diajak untuk menanam vanili. Pada panen pertama, hasilnya dibeli dengan harga tinggi. Akibatnya yang lain jadi ikut tertarik untuk menanamkan investasi. Namun, begitu panen besar, pihak pabrik tidak mau membeli. Banyak yang panik sehingga mau saja menjual dengan harga rendah. Harga pun segera anjlok.

Di sini yang panen adalah orang-orang berduit yang membutuhkan barang itu dengan mengajak orang lain untuk berinvestasi. Pada akhirnya mereka yang menikmati ketersediaan barang yang banyak dengan harga rendah. Kejadian serupa pada kasus tulip hitam yang membuat banyak orang di Belanda kecele.

Pada kasus tanaman hias di tanahair, ini bisa saja terjadi. Sebelum anthurium meledak, aglaonema juga sempat jadi fenomena. Namun, pada kasus aglaonema orang tidak bisa dengan cepat menghasilkan jenis baru dalam jumlah sebanyakbanyaknya. Untuk menghasilkan jenis baru dibutuhkan proses pemuliaan minimal selama 5 tahun. Itu pun sulit.

Ketika ada jenis baru yang spektakuler dan harganya tinggi, pembelinya adalah end user yang menikmati kecantikan tanaman. Kalau kemudian selama dirawat ada anakan muncul, lalu dipisahkan dan bisa dijual, itu lain ceritanya. Si pemilik masih punya indukan yang sama, tapi juga mendapat uang untuk mendapat koleksi baru.

Taktik dagang
Pada anthurium, proses penyilangan untuk menghasilkan varian baru sangat gampang. Namun, tongkol yang banyak, jumlah biji dalam tongkol yang banyak, tidak menjamin didapat anakan yang sama persis dengan indukan. Kalau ini dibiarkan, bisa menyebabkan trauma. Ini berbahaya karena dampaknya bisa luas. Bisa jadi mereka-mereka yang merasa tertipu nantinya menjadi antipati dengan semua jenis tanaman hias. Kalau ternyata ada yang benar-benar bagus, tidak akan dilirik karena pasar sudah kehilangan kepercayaan.

Kita bisa berkaca pada kasus palem raja pada 1990-an. Waktu itu disebutkan ada permintaan ratusan ribu tanaman dari luar negeri. Yang diminta palem yang benar-benar bagus dengan spesifikasi tertentu. Itu diiming-imingi dengan harga tinggi. Akibatnya di mana-mana orang menanam palem raja dengan harapan bisa mendapat untung.

Mereka tidak pernah benar-benar mengecek kebenaran informasi yang ada. Hasilnya ternyata memang banyak yang tertipu. Tidak ada permintaan sebesar itu dari pembeli luar. Ketika akan dilempar ke pasar lokal juga jadi masalah. Palem raja membutuhkan ruang luas. Bila dijejerkan di boulevard pun tidak mungkin semuanya berisi palem raja. Pelepah daunnya yang keras bisa menyebabkan mobil ringsek kalau kejatuhan. Karenanya palem raja tidak mungkin ditanam berdekatan dengan keramaian atau kawasan pemukiman.

Maka seharusnya sekarang para peminat bisnis anthurium juga mesti mengecek informasi yang didengar. Misal saja dikatakan ada anthurium istimewa. Tanaman berukuran besar itu didatangkan dari mancanegara dengan harga Rp100-juta dan katanya kini ditawar Rp1-miliar. Kalau dikurskan, nilai belinya saja kira-kira US$12.000. Padahal di Hawaii yang salah satu sumber anthurium, jual-beli seharga US$1.000 saja sudah dianggap gila, baik yang jual maupun yang beli. Lagi-lagi ini mungkin taktik dagang untuk menaikkan pasar.

Bisnis sehat
Sebelum berinvestasi di bidang pertanian, khususnya tanaman hias, calon investor perlu tahu kriteria tanaman hias populer yang diakui secara internasional. Misal, tanaman itu mesti cantik penampilannya, tahan hama dan penyakit, tahan dalam kegiatan transportasi-artinya tidak gampang rusak di perjalanan, proses pemulihan pascaperjalanan mudah, serta gampang diusahakan komersial tanpa perlakuan berbelit.

Contoh nyatanya, phalaenopsis. Pengusahaan dan pemasaran anggrek bulan itu meluas ke berbagai penjuru dunia. Musababnya, phalaenopsis gampang diperlakukan. Di dalam sebuah industri besar, anggrek bulan dalam kondisi dewasa tinggal dimasukkan ke dalam ruangan dengan suhu rendah tertentu. Begitu usai perlakuan, pasti langsung berbunga. Ia pun tahan banting selama transportasi dan gampang pulih di tempat pembeli. Kasus serupa terjadi pada anthurium bunga.

Yang terjadi pada anthurium di tanahair, hanya ukuran tertentu yang laku. Di sini yang dicari adalah indukan dengan tongkol. Yang penting tongkol banyak, tidak peduli bentuk daunnya jelek. Selain indukan, anakan-anakan berukuran kecil laris manis. Padahal, satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan. Di sini anthurium tidak dibeli berdasarkan keindahannya, tapi dengan perhitungan bisa segera dijual kembali.

Suatu bisnis yang bagus mesti didasarkan permintaan riil-actual demand. Barangnya cantik dan sampai ukuran tanaman besar orang masih mau memelihara karena masih ada manfaatnya. Kita bisa mendeteksi sehat tidaknya sebuah bisnis. Selain ada permintaan riil, komoditasnya pun harus yang benar-benar baru, unik, dan istimewa. Harganya terlalu fantastis justru bisa jadi indikasi adanya penipuan.

Sementara salah satu ciri pasar semu adalah perpindahan tangan antarpedagang. Ini tidak bisa dijadikan sandaran bisnis karena suatu saat pasar akan jenuh. Pada suatu titik tidak ada lagi konsumen akhir yang mau mengoleksi. Fenomena orang lebih memilih yang jelek tapi bertongkol daripada yang cantik tapi tidak bertongkol, itu juga salah satu ciri. Itu berarti orang lebih memilih berdasarkan hitung-hitungan bisnis. Harganya gila-gilaan pun berani.

Sikap cerdas
Pada akhirnya akan terjadi kelebihan pasokan, banyak orang yang merasa tertipu. Jangan sampai di ujung, yang terjerumus adalah orang-orang kecil yang memang menyandarkan diri pada bisnis ini. Mereka yang tidak mengerti bahwa dalam sebuah investasi itu memang harus ada cost yang dibayarkan. Sekarang semua bisnis tanaman hias sepertinya tersapu oleh anthurium. Padahal, semua tanaman hias punya potensi untuk diperjualbelikan.

Seharusnya suatu tren jangan sampai membuat bisnis lain mandek. Nantinya kalau komoditas lain diminati pasar, lagi-lagi kita tidak siap. Lagi-lagi harus mengimpor dari luar. Maka sebelum terjun ke bisnis tanaman hias, harus bisa menyikapi dengan cerdas. Latah boleh, tapi harus tahu kapan harus masuk dan kapan harus berhenti. Ibarat sedang mengantre untuk makan siang, kalau hidangan di atas meja masih banyak kita boleh ikut mengantre. Namun, kalau makanan tinggal sedikit sementara yang antre masih banyak, saatnya kita keluar dari barisan.

Bila disandingkan dengan anthurium, maka kini saatnya orang mulai harus berhati-hati. Lonceng kematian bisnis ini sudah semakin dekat berdentang. Indikasinya antara lain, mulai berpindah-pindahnya jenis anthurium yang dimainkan. Ketika tanaman-tanaman besar sudah habis stoknya, tidak ada lagi yang bisa dimainkan untuk menggerakkan pasar.***

*) Gregori Garnadi Hambali, pemulia tanaman, pakar botani, dan praktikus tanaman hias/ Dikutip dari TRUBUS EDISI OKT. 2007. JUDUL ASLI: "Belum Tentu Seindah Induk"
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=112

DEMAM ANTHURIUM, SEBUAH RENUNGAN

Langitlangit.com - Sabtu, 01-Desember-2007) Suatu siang yang panas saya bertemu dengan teman saya dia bercerita tentang tanamannya yang bernama anthurium. Jujur saja saya tidak pernah tertarik dengan tanaman. Sewaktu saya sekolah mata pelajaran yang paling tidak saya sukai adalah biologi dan kimia. Namun setelah dia bilang dengan anthuriumnya dia bisa dapat mendulang untung gede ratusan juta saya jadi tertarik untuk mengetahui apa sih anthurium itu? Apalagi saya baca di kompas dan Milis FPK banyak orang menyebut-nyebut anthurium. Dulu sih setahu saya kembang yang bagus adalah aglonema (seingat saya ya) dan adenium --mungkin sejenis umbi-umbian-- kalau tidak salah.

Kemudian teman saya itu mengajak main ke rumahnya dan dia memamerkan anthuriumnya yang bagi saya seperti daun jamu atau daun yang sering tumbuh di halaman rumah seorang ibu tua untuk digunakan sebagai tanaman obat. Dan bagi saya tidak ada yang indah dengan tanaman itu. Tidak seindah bunga matahari yang kuning cemerlang tumbuh di depan taman sebuah rumah mungil. Sebuah bunga yang selalu saya ingat kalau saya berangkat ke sekolah saat saya masih SD.

"Beneran nih bisa sampai ratusan juta?" kata saya sambil terus garuk-garuk kepala ngeliat tanaman yang bagi saya nggak ada bagus-bagusnya atau memang penggemar tanaman ini melihat dari sudut yang lain, sudut seorang pecinta tanaman. "Beneran, lo cek aja di internet atau lo baca majalah tanaman tuh majalahnya ada di meja" kata teman saya dengan mata penuh kemenangan. Teman saya langsung nyerocos. "Lo tau harga bibitnye aja bisa sampai puluhan ribu per biji, nih gue lagi bikin bibit" kata dia sambil nunjukin alat yang bentuknya aneh buat ngembangin bibit dan beberapa peralatan botani yang bagi saya bentuknya tidak menarik. Setelah lihat-lihat tanaman itu dan beberapa bentuknya saya ambil kesimpulan memang saya tidak tahu dimana cantiknya tanaman ini, tapi saya semangkin tahu dimana letak nilainya. Emosional Pasar! Itulah kesimpulan yang saya tarik dari pengamatan saya terhadap barang dagangan milik teman saya.

Sepulang dari rumah teman saya pikiran saya melayang jauh ke belakang. Sejak SMA saya memang suka bisnis, bisnis apa saja yang penting bisa jadi duit. Awal tahun 1990 saya main di bisnis ikan hias. Waktu itu yang lagi trend black molly, ikan mas koki baret kopassus, ikan slayer dan Oscar. Saya cari barangnya sampai bambu apus dan kadangkala mesan ke Tulung Agung. Lalu kalo udah dapat ikan itu diberi plastik dan digembungi oksigen malamnya kita kirim ke Bandung. Booming ikan hias kalo nggak salah sampai tahun 1994, sebelum saya akhirnya beralih ke saham BEJ tahun 1995.

Nah di tahun 1995-an saya juga masih ingat dengan demam Palem Raja. Dulu kabarnya ada pesanan besar-besaran palem raja dari perusahaan property di Amerika. Itu rumornya. Sampai-sampai teman saya jam tiga malam datang menemui saya dia cari tanaman palem raja. Tanaman Palem depan rumah saya dikiranya jenis Palem Raja, dengan panik dia nawari agar tanaman itu dibelinya saja, jelas saya nggak kasih. Besoknya saya baru tahu kalo tanaman depan rumah bukan jenis palem raja, saya pun tidak mau tahu jenis tanaman apa, karena saya paling pusing dengan biologi. Kalau nggak salah demam palem Raja cuman berlangsung selama enam bulan dan sempat harganya menggelembung sampai jauh ke ubun-ubun dan setengah nggak masuk akal. Dan kemudian waktu saya terus menyaksikan tren komoditas biologi dimana harga-harganya jadi tidak masuk akal seperti : Aglonema, Adenium, Lou Han sampai Arwana.

Sekedar catatan kalau Arwana saya masih menilai ikan ini memang memiliki nilai intrinsik tinggi, karena itu ada orang yang berani buat pabrik dengan scope bisnis jangka panjang, bahkan ada juga perusahaan itu yang sudah go publik di Pasar Modal. Beda dengan Arwana, nasib Lou Han mirip dengan nasib ikan Oskar, setelah tidak ada peminatnya Ikan Lou Han hanya bisa kita nikmati dalam pepesan Lou Han. Empat tahun lalu saya pernah diceritakan teman ada sebuah ikan lou han dengan gambar di badannya seperti angka 999 dihargai nyaris 1 milyar rupiah, benar atau tidak? saya tidak tahu. Tapi saya juga pernah lihat di majalah ada Lou Han dengan sisik berlafaz huruf arab yang berbunyi: Allah, dan saya kira memang ukiran warna sisiknya jelas sekali terlihat. Setidak-tidaknya dibanding Anthurium saya masih lebih bisa menyaksikan keindahan secara fisik pada ikan Lou Han.

Lalu apa yang terjadi dengan nilai Anthurium yang tidak masuk akal. Bagi saya harga komoditas yang sedang trend saat ini tidak ubahnya dengan skema Sponzi dalam bisnis investasi bodong atau seperti pasar modal di BEJ : Harga Saham Gorengan. Dalam skema Sponzi investasi bodong adalah menciptakan seolah-olah satu jenis investasi tertentu akan bernilai tinggi di masa yang akan datang, untuk itu pemilik bidang investasi itu menawarkan bunga yang tidak masuk akal, bisa 30% per bulan.

Ingat dengan kasus Alam Raya atau Perusahaan investasi iklan dari Jepang? Nah, yang masuk pertama kali adalah orang yang mendapat keuntungan darimana bunga keuntungan itu dibayarkan pada investor/ nasabah? Yah dari korban-korban yang masukbelakangan, jadi uang yang masuk tidak berputar dalam bisnis yang dijanjikan cuman berputar untuk menyediakan dana talangan bunga.

Bisnis penipuan seperti ini bisa menghasilkan untung gede maksimal 50% dari dana yang terkumpul. Kalau penipunya pandai ia bisa menetapkan titik henti untuk kabur dan membawa total dana yang terkumpul dari investor belakangan yang belum berkesempatan mendapatkan bunga. Hitung-hitungannya mudah. Tidak jauh berbeda dengan saham gorengan yang sering terjadi di Pasar Modal kita yang lembek aturan mainnya. Seperti kasus teranyar TMPI (Agis) kemarin waktu. Untuk merekayasa saham agar dikerek sampai tinggi, memiliki pola-pola yang bisa dikatakan menjadi modus gerakan gorengan:

Pertama kali adalah rumor pasar. Pada titik ini rumor pasar bukan merupakan penipuan karena pemain mahir pasar modal biasanya menaruh investasinya pada rumor, ketika rumor itu menjadi fakta dan muncul berita di koran-koran harga sudah terbentuk sempurna permasalahannya harga akan terkoreksi atau terus melambung.

Nah, rumor saham gorengan tidak akan pernah menjadi fakta, karena faktanya adalah sebelum tercipta rumor pelaku kejahatan gorengan biasanya membeli besar-besaran barang yang akan digoreng untuk bisa dimainkan. Biasanya market akan bergerak cepat ke atas tanpa ampun, gerakan market yang cepat ini kerap kali mengecoh pemain yang tidak memerlukan pikiran kritis untuk masuk, yang paling celaka adalah pemain yang terlambat masuk dan masih mengira bahwa rumor yang terjadi adalah beneran. Inilah yang terjadi pada saham TMPI banyak investor yang masuk di harga 3.000-an kemudian menjual sahamnya jauh dibawah harga beli dan teriak-teriak nangis bombay tertipu begundal pemain licik. Apakah eforia anthurium mirip dengan penggelembungan pasar dan menciptakan harga semu yang pada akhirnya merugikan pemain yang masuk belakangan?

Saya masih melihat sampai saat ini anthurium tidak jauh beda dengan jenis komoditi trend lainnya yang dulu pernah meledak. Kalau anthurium tanaman kebutuhan dan diperlukan dalam jangka panjang, maka pemodal serius akan masuk dan membentuk semacam perusahaan anthurium yang terpadu dan berwawasan bisnis jangka panjang. Saya belum melihat gejala ini tidak seperti anggrek yang abadi nilai intrinsiknya. Anthurium adalah badai harga sesaat. Masalahnya masyarakat kita menjadi tidak rasional melihat ini dan saya kasihan dengan mereka yang masuk ke bisnis ini karena terkecoh seakan-akan harga anthurium tidak akan turun. Bahkan seperti karakter orang Indonesia yang sering tidak rasional melihat sesuatu segala-galanya dipertaruhkan untuk bisnis yang datang sesaat dan akan cepat perginya. Kalau harga anthurium anjlok mereka tinggal meratap karena udah keburu jual macam-macam untuk membidik bisnis ini.

Dalam insting bisnis saya harga yang terbentuk dalam tanaman ini sudah tidak rasional lalu saya berpikir mungkin nggak ada rekayasa pasar untuk membuat demam anthurium? Dan apakah rekayasa trend komoditi seperti Palem Raja, Adenium, Aglonema, Oskar atau Lou Han merupakan mainan dari kelompok tertentu yang sudah ngerti karakter cara berpikir orang Indonesia. Kalau ini memang benar-benar ada kemungkinan pemain ini menyediakan stok banyak dulu lalu dengan kapitalnya katakanlah 10 milyar mereka melakukan seakan-akan ada
transaksi dengan nilai tinggi dari komoditi 10 milyar dipecah jadi 100 juta. Sebuah tanaman yang harganya tak lebih dari 100.000 dibayar 100 juta lalu ada beberapa kali transaksi yang terjadi sehingga memunculkan rumor bahwa tanaman ini sedang disukai penggila tanaman yang nggak peduli duit, nah rumor ini akan bergerak cepat dan menimbulkan efek bola salju dimana mesin penggeraknya adalah ketidakrasionalan.

Siapa yang untung gede akibat permainan ini, yang untung gede yah orang yang pertama kali menyimpan barang yang harganya akan melambung. Katakanlah mereka taruh dana 10 Milyar, akibat rumor pasar dan ketidaksiapan pemain pinggiran maka barang akan jarang, lalu berbondong-bondong pemain pinggiran itu mencari barang dan kepada siapa barang itu dibeli, yah kepada yang nyimpen barang dan dana taruhan 10 milyar bisa jadi harganya menjadi 100 milyar inilah yang dinamakan penggelembungan pasar. Ketika orang-orang sudah banyak bermain dan orang mulai berpikir rasional maka dengan sendirinya harga akan terkoreksi dengan cepat di titik inilah penggelembungan pasar akan meledak dan menurunkan harga serendah-rendahnya. Siapa yang dirugikan yah...yang masuk belakangan. Sementara pemain inti sudah mempersiapkan trend baru. Apakah anthurium seperti ini? Saya tidak tahu tapi kalau harga anthurium akan jatuh saya 100% yakin trend anthurium tidak akan lama lagi akan selesai.

Ciri-ciri sebuah komoditas memiliki nilai tinggi di harga mendatang adalah :

1. Ada kerasionalan pasar
2. Tidak ada penggelembungan harga
3. Pemodal dengan serius menekuni bidang ini dalam jangka waktu lama
4. Bank dan Lembaga Keuangan akan bersedia mendanai bisnis ini
5. Memiliki nilai intrinsik yang tahan waktu

Nah anda siap bermain anthurium atau tunggu berapa bulan lagi lihat trend komoditi lain lalu ambil instant gain?**

Catatan: Tulisan ini ditulis oleh ANTON, Jakarta, dimuat di milis Forum Pembaca KOMPAS, 10 Nov. 2008. Karena kami anggap memiliki perspektif berbeda dalam melihat fenomena anthurium dewasa ini,tulisan tersebut kami muat apa adanya. Semoga bermanfaat.
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=113

LONCENG KEMATIAN ANTHURIUM SIAP BERDENTANG?

Langitlangit.com - Kamis, 22-Nopember-2007) Lonceng kematian anthurium siap berdentang! Peringatan yang terpapar di kolom opini Trubus edisi lalu (Trubus No. 455, Oktober 2007) menjadi topik hangat pemain anthurium. Puluhan telepon, pesan pendek, dan email menjadi saksi perbincangan mereka selama sebulan terakhir. Kalimat itu bagaikan hantu di siang bolong di tengah popularitas anthurium. Benarkah hal tersebut perlu ditakuti?

Sepintas kalimat itu memang menakutkan pencinta anthurium. Namun, bila ditelaah lebih lanjut, peringatan itu mesti dipahami secara positif. Ucapan itu mesti dimaknai sebagai pecut bagi pemain anthurium, untuk membuktikan: anthurium memang layak menjadi tanaman hias bergengsi di masyarakat.

Bagi saya, si raja daun itu memang pantas sebagai tanaman hias bernilai tinggi, terutama Anthurium jenmanii. Sosoknya gagah, berdaun tebal dan keras, serta berkarakter kuat. Semakin bertambah umur dan ukuran, sosok jenmanii kian gagah. Sementara anthurium nonjenmanii kebanyakan berdaun tipis dan lentur. Varian yang muncul dari jenmanii pun jauh lebih beragam dibanding anthurium lain.
Harus diakui tren anthurium yang menggila sejak pertengahan 2006 mulanya dibuat oleh segelintir orang. Namun, perjalanan selama 2 tahun membuktikan, segelintir orang itu tak lagi mampu mengendalikan pasar. Sedikit demi sedikit pasar terbuka karena hadirnya hobiis dan pemain baru yang sebelumnya tak dikenal di jagad tanaman hias Indonesia. Penyebaran mereka meluas hingga Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Papua.

Dengan begitu, demam anthurium tak lagi terkendali. Pasar menjadi terbuka: semiriil dan semisemu. Disebut demikian karena memang permintaan nyata muncul dari hobiis dan pemain baru. Namun, juga semu karena hobiis baru itu bermetamorfosis menjadi pedagang. Jadi, kita memang belum dan tak pernah tahu, siapa ujung dari pasar ini. Secara prinsip, ujung dari pasar tanaman hias yang rill ialah hobiis dan kolektor. Merekalah pencinta anthurium sejati.

Trik bisnis
Prinsip itulah yang mesti disadari pemain anthurium. Di mana pun hobiis dan kolektor selalu menyukai tanaman yang utuh, gagah, mulus, dan kompak. Itu berarti, bila mau bertahan (calon) pekebun dan pedagang mesti memproduksi tanaman dengan kualitas yang diinginkan pencinta anthurium. Niscaya hobiis dan kolektor bakal menyukai. Tidak menutup kemungkinan hobiis dan kolektor baru bakal bermunculan.

Lalu bagaimana dengan fenomena harga anthurium yang melambung tinggi secara tiba-tiba sejak 2 tahun terakhir? Melonjaknya harga terpicu transaksi anthurium yang selalu terjadi dengan harga memukau. Transaksi itu sebagian benar-benar terjadi dan sebagian lagi trik pasar alias tidak terjadi. Namun, sebetulnya trik pasar itu tak hanya terjadi pada anthurium, tapi juga bisnis lain. Jadi siapa pun yang terjun pada dunia bisnis mesti bersiap menghadapi trik bisnis.

Sepanjang transaksi berlangsung suka sama suka, maka itu sah-sah saja. Saya melihat di sinilah uniknya bisnis anthurium. Banyak sekali transaksi yang nilainya ditentukan pembeli, bukan penjual. Tentu ini berbeda dengan aglaonema-kerabat terdekat anthurium yang juga berharga fenomenal. Pada kasus aglaonema, penjual yang menentukan harga, pembeli yang menilai kelayakan sesuai dengan kemampuan kantong. Artinya, pembeli memang suka terhadap barang itu.

Minimalkan risiko
Itulah potret bisnis anthurium. Harga yang melambung tinggi membuat banyak orang tertarik berinvestasi. Dari orang kecil, menengah, hingga kelas atas. Menurut pendapat saya, pemain anthurium yang mendengung-dengungkan keuntungan berinvestasi di anthurium seyogyanya mempunyai tanggung jawab moral untuk membantu para investor baru itu. Mereka mesti bersedia membeli produk pekebun-terutama yang berekonomi lemah yang telanjur berinvestasi di anthurium.

Namun, pengalaman-pengalaman lalu menunjukkan karakter pemain tanaman hias tanahair kebanyakan inkonsistensi alias kutu loncat. Mereka beralih ke produk lain yang menguntungkan kala produk yang digeluti tak lagi mendatangkan laba. Para investor pun mesti arif menyikapi informasi yang menyebutkan investasi anthurium bakal cerah karena ada peluang ekspor. Perniagaan ekspor hanya terjadi bila harga jual produk di sebuah negara lebih kompetitif dibanding produk serupa di luar negeri. Saat ini, harga anthurium di Indonesia paling tinggi di dunia. Maka, ekspor tak akan mungkin terjadi secara besar-besaran.

Namun, dalam dunia bisnis ada istilah jangan lewatkan peluang sekecil apa pun. Begitu juga dengan bisnis anthurium. Selama memang ada permintaan, maka silakan penuhi dengan pasokan. Maksud saya, bisnis anthurium bisa dijalankan asal para pemain sadar akan risiko. Supaya bisnis aman, intinya minimalkan risiko, terutama untuk kalangan kecil. Mereka bisa bermain dengan perputaran bisnis jangka pendek. Misal, dengan modal tanaman seharga Rp100-ribu, mereka segera lepas dengan laba tak terlalu tinggi, misal menjadi Rp125-ribu. Harga jutaan rupiah memang menggiurkan, tapi itu hanya aman dimainkan bila investor sudah memahami karakter pasar. Sebaiknya mereka, para investor baru, pun tidak tinggalkan profesi awal. Anthurium hanya sebagai sumber pendapatan tambahan.

Memahami risiko bisnis juga penting bagi para investor kelas menengah yang membenamkan modal lebih besar. Dalam bisnis, selalu ada untung dan rugi. Namun, kekecewaan akan kerugian bakal sedikit terobati bila kita memang mencintai anthurium. Terlepas dari itu semua, menurut saya, lonceng kematian anthurium belum siap berdentang, setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Si raja daun itu mudah diperbanyak dan disilangkan oleh banyak orang. Bahkan oleh mereka yang tak mengerti ilmu genetika. Itu sebuah peluang, anthurium bakal tetap disukai banyak orang. Anthurium masih bernapas panjang.***
Ir Sugiono Budhiprawira, pemain anthurium di Bogor, kolektor sejak 1980-an/ Dikutip dari TRUBUS, dengan judul: NAPAS PANJANG ANTHURIUM
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=108

Pohon Duit Anthurium

Liputan6.com, Jakarta 16/12/2007: Nama kembang anthurium kini sedang naik daun. Pohon ini banyak diburu orang karena harganya mahal. Anthurium bak pohon uang bagi pemiliknya. Benih tanaman hias ini bisa dilego seharga Rp 300 ribu. Sedangkan sebatang anthurium besar harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Karena itu tak heran, sebuah green house

sengaja memasang alarm untuk melindungi anthurium.

Para pemilik anthurium sengaja melindungi daun hartanya dengan beragam cara. Jika alarm dirasa tidak mencukupi, pemilik rumah tanaman tak segan-segan menyertakan anjing penjaga untuk menjaga tanaman anthurium. Tapi, ada juga yang melakukan pengamanan dengan tenaga manusia.

Hal ini dilakukan lantaran maraknya kasus pencurian pohon anthurium. Belum lama ini tujuh pria anggota kelompok pencuri anthurium dibekuk personel Kepolisian Sektor Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dua pencuri terpaksa ditembak polisi saat berupaya melarikan diri. Memang dalam beberapa bulan terakhir ini kasus pencurian anthurium di kabupaten yang menjadi sentra anthurium ini setidaknya setiap dua hari terjadi sekali pencurian.

Bersamaan dengan itu, demam anthurium pun terjadi dimana-mana. Hampir setiap bulan pameran dan berbagai acara kontes anthurium dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Tak cukup dengan itu, sekarang banyak berkeliaran pemburu dan penyergap anthurium. Setiap hari para broker ini berkeliling dari satu rumah ke rumah mencari anthurium yang sesuai, baik jenisnya, kualitas dan tentu saja harganya.

Bisnis anthurium memang tengah menggelinding. Tak ada yang tahu pasti berapa besar volume perdagangan dan uang yang berputar setiap harinya. Melihat masih tingginya permintaan, diprediksi nilai transaksi anthurium ini dalam kisaran lima hingga delapan miliar setiap bulannya. Ini tak heran sebab untuk satu nursery besar saja transaksinya bisa mencapai Rp 600 juta hingga Rp 800 juta per bulan.

Demam anthurium ternyata merambah hingga ke wilayah pelosok. Rumah-rumah kaca sederhana nyaris bisa dijumpai di Desa Balong Jenawi, Karanganyar. Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih kemudian memproklamirkan dan mempromosikan anthurium Karanganyar ke penjuru dunia. Padahal, tanaman asli tepian Amazon di Amerika Selatan ini sejak dulu tak punya ikatan historis dengan Karanganyar. Bagaimana bisnis bunga ekor ini bisa mendongkrak dan menggelindingkan roda perekonomian serta menciptakan lapangan pekerjaan, ikuti penelusurannya dalam rekaman video Sigi 30 Menit edisi Ahad, 16 Desember 2007.(IAN/Tim Sigi)

http://www.liputan6.com/news/?id=152233&c_id=8

Menetralkan Kadar Asam Pada Media Tanam

Oleh Newsroom- Jumat, 07 Desember 2007) Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah membuat media tanam sendiri dari bahan-bahan yang kita peroleh. Namun, sebelum digunakan, media tanam perlu diberi beberapa perlakuan agar bisa berfungsi dengan baik. Salah satunya adalah dengan menetralkan terlebih dahulu kadar keasamannya (pH).

Kebanyakan tanaman hias membutuhkan media tanam yang memunyai derajat keasaman atau pH netral. Tingkat keasaman atau pH yang masih bisa ditolerir oleh sebagian besar tanaman hias adalah 6-7. Untuk menguji keasaman media tanam bisa digunakan pH tester atau kertas lakmus.

Caranya, media tanam dicampur air dengan perbandingan 1 : 2, lalu diaduk dan dibiarkan hingga mengendap. Setelah mengendap, bagian air yang bening dipisahkan, lalu kertas lakmus dimasukkan ke dalamnya. Perubahan warna yang terjadi pada kertas lakmus lalu dicocokkan dengan warna pada standar nilai pH.

Ada beberapa perlakuan yang dapat dilakukan untuk menetralkan media yang terlalu asam maupun terlalu basa. Nilai pH pada media yang terlalu asam bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur pertanian, seperti kaptan dan dolomit. Dolomit mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kaptan karena mengandung kalsium dan magnesium. Sementara itu, pH yang terlalu tinggi bisa diturunkan dengan memberikan belerang.

Dosis kapur dan belerang yang digunakan tergantung pada kondisi keasaman media yang akan digunakan. Kapur dan belerang diberikan sedikit demi sedikit hingga nilai pH sesuai dengan yang diinginkan. Secara umum, kondisi tanah, pupuk kandang, dan kompos di Indonesia cenderung asam, jarang yang basa.

Menetralkan kadar keasaman media tanam hanyalah salah perlakuan yang bisa Anda lakukan agar media tanam bisa berfungsi dengan baik. Masih banyak cara lainnya, seperti menambah unsur hara, mematangkan pupuk kandang, mensterilkan media dari hama dan penyakit, menghaluskan media tanam, mencampur media tanam, serta menyimpan media tanam.

Semua itu terangkum dalam buku Media Tanam Untuk Tanaman Hias yang ditulis oleh Bernardinus T. Wahyu Wiryanta. Melalui buku yang diterbitkan oleh AgroMedia Pustaka ini pula, Anda bisa mendapatkan informasi tentang panduan memilih dan menyiapkan media tanam yang tepat untuk 18 tanaman hias papan atas. Mulai dari adenium, aglaonema, anggrek, anthurium daun, bromelia, euphorbia, hingga tanaman air.

http://www.agromedia.net/kabar_agromedia/menetralkan_kadar_asam_pada_media_tanam.html

13 Desember 2007

Media Tanam Alternatif Bagi Anthurium Daun

Newsroom Rabu, 12 Desember 2007

Sebenarnya, anthurium tergolong ke dalam tanaman indoor. Umumnya, tanaman ini ditanam di pot sehingga bisa diletakkan di teras atau di dalam rumah. Karena ditanam di pot inilah, maka sebisa mungkin kita memilih media tanam yang tapat agar anthurium tetap tumbuh dengan baik.

Pada dasarnya, anthurium membutuhkan media tanam yang subur, lembab tetapi tidak sampai basah, dan sangat porous. Adapun media tanam yang paling banyak digunakan dan mudah didapatkan adalah cacahan pakis karena bahan ini memudahkan akar anthurium yang lunak menembusnya. Cacahan pakis juga mengandung unsur organik yang cukup untuk kebutuhan tanaman dan sangat porous sehingga akar anthurium yang peka terhadap genangan tidak mudah busuk.

Selain itu, Anda pun dapat mencampurkan media tanam lain untuk anthurium daun Anda. Namun tentu saja, takarannya harus disesuaikan agar tidak menyebabkan kerusakan pada akar anthurium.

Berikut ini kami informasikan beberapa campuran media tanam untuk anthurium daun.

• Campuran humus gunung, pupuk kandang, dan pasir, dengan perbandingan 5 : 5 : 2.
• Campuran akar pakis dan biji kapuk randu, dengan perbandingan 1 : 1.
• Campuran akar pakis, pupuk kandang, dan sekam bakar, dengan perbandingan 3 : 1 : 1.
• Campuran akar pakis, akar kadaka, dan humus kaliandra, dengan perbandingan 3 : 3 : 1.
• Campuran akar pakis, humus gunung, dan pupuk kandang, dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
• Campuran sekam bakar dan pupuk kandang, dengan perbandingan 1 : 1.
• Campuran akar pakis, humus gunung, dan akar kadaka, dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
• Campuran akar pakis dan sekam bakar, dengan perbandingan 1 : 1.

Nah, setelah mengetahui beberapa alternatif campuran media tanam untuk anthurium daun Anda, tidak ada salahnya untuk segera mencoba untuk mempraktikkannya. Siapa tahu, dengan mengganti media tanam yang ada, anthurium daun Anda dapat tumbuh lebih baik lagi. Selamat mencoba!

* Artikel lepas ini diintisarikan dari buku Mengenal & Merawat Anthurium Daun dan Media Tanam Untuk Tanaman Hias yang diterbitkan oleh AgroMedia Pustaka.

http://www.agromedia.net/kabar_agromedia/media_tanam_alternatif_bagi_anthurium_daun.html

Pemilihan Pupuk yang Tepat Bisa Mempercantik Tanaman!

Oleh Newsroom Senin, 26 November 2007) Ada banyak faktor yang bisa mengakibatkan ‘sakit’ pada tanaman. Salah satunya adalah kesalahan dalam pemupukan. Akibatnya, keindahan dan nilai jual tanaman hias tersebut menjadi berkurang, bahkan bisa menjadi tidak berharga sama sekali.

Meski banyak orang yang sangat concern terhadap tanaman hias, tapi tidak banyak yang memahami tentang tata cara pemupukan yang benar dan tepat. Sekalipun di pasaran banyak jenis pupuk yang ditawarkan, Anda jangan terkecoh. Pupuk yang Anda pilih belum tentu cocok dengan kondisi tanaman hias kesayangan Anda.

Secara umum, tanaman hias memiliki sifat masing-masing terhadap kandungan air, unsur hara, dan kondisi tanah. Untuk penyesuaian kadar yang ideal, diperlukan pengolahan media tanam yang benar dan tepat. Berkaitan dengan media tanam tanaman hias, pemupukan sangat berperan dalam penyesuaian unsur hara yang terkandung di dalamnya.

Oleh sebab itu, pemupukan yang salah bisa mengakibatkan buruknya kondisi media tanam, sehingga memengaruhi kualitas perkembangan tanaman hias. Maka, sering ditemukan kasus buruknya pertumbuhan tanaman, bahkan berakhir dengan kematiannya, sekalipun bibit tanaman tersebut diperoleh dari jenis unggulan dan diproses secara sempurna di laboratorium pembibitan.

Selain itu, setiap jenis pupuk tidak diperoleh dari bahan yang sama, misalnya pupuk anorganik diperoleh dari proses kimiawi yang diolah oleh pabrik. Sedangkan pupuk organik dihasilkan dari bahan-bahan alami, seperti bangkai hewan, kotoran hewan dan manusia, serta tumbuh-tumbuhan yang sudah mengering.

Masing-masing pupuk memiliki sifat dan kandungan zat yang berbeda-beda. Ada yang kadar Nitrogennya (N) lebih tinggi, Fosfornya (P) lebih tingi, atau Kaliumnya (K) yang lebih tinggi. Biasanya, dosis pupuk tertera dalam kemasan.

Oleh sebab itu, memilih pupuk dan pengaturan komposisinya tidak boleh sembarangan. Akan tetapi, harus disesuaikan dengan jenis, kondisi tanaman, dan fase pertumbuhannya.

Jadi, apapun tanaman hias Anda—anthurium, anggrek, aglaonema, adenium, euphorbia, atau puring—pastinya akan terlihat lebih indah jika unsur dasar dalam merawatnya pun diperhatikan dengan benar.

Selamat mencoba!

*Tulisan ini diintisarikan dari buku Cara Tepat Memupuk Tanaman Hias yang ditulis oleh Redaksi AgroMedia Pustaka.

http://www.agromedia.net/kabar_agromedia/pemilihan_pupuk_yang_tepat_bisa_mempercantik_tanaman.html

11 Desember 2007

Raja Hitam Penakluk si Bongsor


Oleh trubuson Sabtu, 01 Desember 2007) Jari-jemari Suci Puji Suryani bergerak lincah menekan tuts komputer jinjing. Angka di lembar penjurian pun berpindah ke komputer bank data. Begitu rekap penilaian dicetak 30 menit berselang, 3 juri mengangguk sepakat. Total poin tertinggi merujuk pada 1 pot pilihan. 'Ini sebuah kemenangan absolut,' kata Evy Syariefa, salah satu juri. Anthurium jenmanii koleksi Ir Horas Pardomuan Batubara atau Domu di pot 35 pun menjadi yang terbaik di kelas jenmanii.

Raja daun berwarna kehitaman itu memang luar biasa. 'Penampilan daun kompak, roset, dan rimbun. Ia kian unggul karena didukung kesehatan yang tinggi, daunnya mulus, nyaris tanpa cacat,' kata Nurdi Basuki, juri lain. Sosoknya semakin kokoh karena tangkai daun pendek. Tiga juri-Nurdi Basuki, Ukay Saputra, dan Evy Syariefa-pun menobatkannya sebagai yang terbaik. Warna hitam pun menarik. Banyak kalangan menduga varian berwarnalah yang bakal diminati di masa depan.

Sejatinya, pesaing utama si hitam tak kalah tangguh. Saudara selubuknya-juga milik Domu-berpenampilan prima. Urat dan liukan daun jenmanii kol itu menonjol. Sayang, posisi tumbuh daun kurang kompak. Ia pun mesti puas di posisi kedua dengan total nilai 244,785. Selisih 2,61 poin dengan si hitam yang mendulang angka 247,395. Di tempat ketiga, bertengger A. jenmanii tanduk lilin koleksi Mohawari. 'Tanduk lilin paling langka di antara semua kontestan. Namun, ini bukan lomba kelangkaan. Yang tampil prima yang pantas juara,' tutur Nurdi.

Toh, bukan berarti peserta lain tak berkualitas. Sebut saja A. jenmanii dengan pot cokelat berpita milik Maria A Aprima Vista. Kontestan bernomor 25 itu menarik perhatian tim juri dan pengunjung. Maklum, sosoknya yang bongsor tampak indah dengan daun yang mulus. Ia pun melenggang ke posisi 10 besar. Sayang, ia gagal menorehkan sejarah sebagai juara karena 3 juri cukup jeli. 'Ada ujung daun yang digunting mengikuti pola normal, mungkin karena rusak,' kata Evy Syariefa. Si bongsor berdaun 20 pun tumbang.

Seru

Kontes anthurium yang digelar pada ajang Trubus Agro Expo 2007 itu menyedot perhatian pengunjung. Sebanyak 81 raja daun turut ambil bagian dalam kompetisi itu. 'Jumlah peserta meningkat 100%. Tiga bulan silam kontes serupa hanya diikuti 40 peserta,' kata Utami Kartika Putri, manajer pengembangan Trubus. Sayang, menurut Nurdi secara keseluruhan kualitas peserta menurun. Diduga indukan jenmanii berkualitas telah berpindah tangan ke kolektor di Jawa Tengah.

Yang menarik, peserta jenis anthurium lain pun membeludak. Sebut saja kelas nonjenmanii dan nonwave of love pun dimeriahkan 39 kontestan. Kali ini A. hookeri variegata milik Sukarno yang memenangkan pertarungan. Secara tak terduga ia mengalahkan indukan corong milik H Husein. 'Kesan pertama hookeri lebih menonjol,' kata Nurdi. Menurut Nurdi, yang justru menarik ialah sang jawara 3, keris tanduk. Tepi daun bergelombang khas, daun sempit, melengkung, dan bentuk daun membentuk huruf V. Diduga ia silangan keris dengan wave of love.

Di kelas wave of love, 2 tempat terbaik diboyong Riana Suma Putri dari Gading Permai. Gelombang cinta di pot nomor 6 dan 7 koleksinya menempati posisi pertama dan kedua. Keduanya tampil sebagai juara karena tipe gelombang menarik dan daun sehat. Sementara pemenang ketiga direngkuh A. plowmanii koleksi Ruwiyantoro yang berdaun belang.

Sansevieria

Di tengah demam anthurium di Indonesia, hajatan pada 11 November 2007 itu juga menggelar lomba sansevieria. 'Di sini luar biasanya. Justru saat tren anthurium, sansevieria yang keluar di kontes kualitasnya malah meningkat tajam,' kata Ana Silvana, juri sansevieria. Di kontes kali ini banyak sekali sansevieria langka dan mutasi yang berpenampilan prima. Lazimnya, sansevieria langka dan mutasi tampil memble di kontes. Pasalnya, kondisi mereka hanya 2-3 daun atau berdaun banyak tapi stres karena perjalanan jauh. Posisi juara pun banyak digenggam kelompok trifasciata, sansevieria kebanyakan yang tak langka.

Menurut Ana, hadirnya jenis langka dan mutasi berpenampilan prima karena demam anthurium. 'Semua orang fokus pada raja daun. Sementara bagi penggemar sansevieria sejati, itu saat tepat untuk pemulihan. Maklum, jenis langka dan prima banyak didatangkan dari mancanegara,' kata wanita yang berprofesi sebagai eksportir sansevieria itu. Ana menyebut Sansevieria fischerii variegata dan S. cylindrica variegata sebagai contoh.

Dua tanaman yang disebut terakhir itu dinobatkan 3 juri-Ana Silvana, Grace Satya Dharma, dan Syah Angkasa-sebagai kampiun dan runner up di kelas batang tunggal. Kedua lidah jin itu koleksi Edi Sebayang, kolektor sansevieria yang getol mendatangkan lidah naga-sebutannya di China-dari Thailand. Di posisi ketiga Sansevieria patens milik Ramandya Rafi Bagaskoro. Sementara di kelas batang majemuk, koleksi Dr Wisyanti Siahaan, B Rudy, dan Edi Sebayang secara berurutan di posisi 1-3. Menurut Ana, lidah naga pun tak mau kalah dengan sang raja daun, anthurium. (Destika Cahyana/Peliput: Nesia Artdiyasa)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=129

Air Mata Anthurium


Oleh trubuson Sabtu, 01 Desember 2007) Malam senyap, saat sebagian orang meringkuk di balik selimut, Bripka Supriyono terjaga. Gonggongan anjing membangunkan tidur ayah seorang anak itu. Ia mengendap-endap menuju pintu belakang rumahnya. Tangan kanannya memegang revolver yang siap memuntahkan peluru. Dengan gerakan cepat ia membuka pintu dan mengarahkan moncong pistol itu ke beberapa arah.

Namun, secepat kilat pencuri menghilang. Itu bukan kisah di film-film laga, tetapi kejadian nyata di kompleks perumahan Pura Arista, Bojonggede, Kabupaten Bogor. Pencuri menyatroni rumah Supriyono. Mereka membawa kabur 8 anthurium yang tercerabut dari pot. Media tanam berhamburan di bawah rak setinggi pinggang. Pot berantakan. Salah satu yang dicuri adalah Anthurium jenmanii bertulang daun merah yang petang sebelumnya ditawar Rp7-juta.

'Saya syok,' ujar polisi berusia 37 tahun itu. Hampir 2 pekan pascapencurian, puluhan anthurium koleksinya telantar. Padahal, biasanya jam berapa pun tiba di rumah, ia selalu menyempatkan untuk melihat-lihat tanaman hias daun itu. Begitu juga pagi sebelum berangkat kerja, ia masih sempat merawat tanaman anggota famili Araceae itu. Namun, semangat merawat kerabat aglaonema itu seperti hilang.

Harap mafhum, pencurian di rumah polisi itu bukan untuk yang pertama. Bayangkan, hanya dalam waktu kurang dari sebulan, ia 3 kali kecurian. Pertama pada 14 Agustus 2007, 5 pot anthurium berpenampilan prima hilang. Supriyono meletakkan tanaman-tanaman hias itu di sisi kanan rumahnya. Maling leluasa menggondol 5 anthurium-wayang dan jaipong-setelah meloncat pagar tembok setinggi dada.

Sepuluh kali

Polisi yang menekuni bisnis anthurium sejak akhir 2005 itu langsung membuat greenhouse berpagar seng di sisi kanan rumahnya. Namun, ia menyisakan bangunan itu-tanpa pagar seng- sebagai pintu keluar-masuk. 'Toh pintu itu dekat kamar tidur saya. Masak kalau ada orang masuk saya tidak tahu?' ujar Supriyono. Perhitungannya ternyata tak sepenuhnya benar. Betul, si tangan panjang itu tidak melewati pintu itu, tetapi menggangsir alias membuat tembusan di tanah.

Total jenderal 30 pot anthurium hilang. Beberapa yang hilang adalah queen cobra terdiri atas 9 daun yang ditawar Rp30-juta; burgundi, Rp15-juta, dan mangkok, Rp10-juta. Belum lagi jenis-jenis langka seperti tanduk tulang merah dan black dragon. Kerugiannya? Menurut perhitungan Supriyono total jenderal kerugiannya Rp200-juta dari 3 kali kecurian. Itulah sebabnya ia syok, hampir putus asa menekuni bisnis anthurium.

Namun, akhirnya semangat Supriyono berkobar lagi setelah mengingat begitu banyak investasi yang dibenamkan. Usai Lebaran silam, ia membuat pagar seng sepanjang 140 meter. Seng itu memagari lahan kosong yang akan dijadikan sebagai lokasi perumahan. Letak lahan persis di sisi kanan rumahnya. Supriyono menduga area itu kerap dimanfaatkan pencuri untuk melarikan diri. Menurut pedagang yang semula tak tertarik sosok anthurium itu, biaya pembelian seng mencapai ratusan juta rupiah.

Selain itu ia juga membangun pos pengamanan di depan rumah, menggaji seorang satuan tugas pengamanan, dan memelihara anjing. Semua itu dilakukan agar pencurian tak terjadi lagi. Dua tahun terakhir seiring dengan melambungnya popularitas anthurium, kasus pencurian juga meningkat. Bahkan beberapa orang mengalami pencurian berkali-kali seperti dialami Supriyono. Sugiyono Budhi Prawira, pedagang di Bogor, Jawa Barat, misalnya, 10 kali kecurian dengan kerugian ratusan juta rupiah.

Pingsan

Kasus pencurian juga terjadi di sentra terbesar anthurium, Karanganyar, Jawa Tengah. Lihatlah Hauw Lie, pedagang besar di Karangpandan, Karanganyar. Tak tanggung-tanggung 302 Anthurium jenmanii digondol maling. Pencuri mencabut tanaman berukuran 15 cm dan rata-rata terdiri atas 5 daun itu dari pot. Harga sebuah tanaman berkisar Rp1,5-juta-Rp2-juta. Artinya, pemilik Nurseri Gracia itu merugi Rp453-juta hanya dalam semalam pada 1 November 2007.

'Saya yang merawatnya jadi sangat sedih,' ujar Rukimin, karyawan Nurseri Gracia. Rukimin bukannya tak memberi pengamanan untuk greenhouse seluas 50 m2. Ia memagarinya dengan kawat ram, memelihara 2 angsa, melepas anjing pada malam hari, dan menggaji seorang penjaga. 'Angsa sebagai alarm alami ketika ada orang masuk,' ujar Rukimin. Meski, pengamanan berlapis toh pencurian tak terelakkan.

Pencurian tak hanya terjadi pada malam hari, malahan di rumah Ir Purnomo pada pagi hari. Pukul 09.30 sejam setelah ia meninggalkan rumah ke kantor, 2 pemuda berusia 20-an tahun datang untuk membeli anthurium. Hadmanti, ibunda Purnomo, sendirian di rumah melayani mereka yang mengajak berbincang-bincang santai. Seingat Hadmanti, mereka 2 kali datang ke lokasi itu. Seketika muncul 2 pemuda lain yang mengikat kedua tangan Hadmanti. Tali plastik yang lazim sebagai tambang jemuran pakaian itu juga dililitkan ke leher.

Perempuan 75 tahun itu tak sempat berteriak lantaran mereka menyumpal mulutnya dengan gulungan kain. Setelah kedua kaki diikat, perempuan malang itu ditidurkan di dapur. Kawanan perampok itu amat leluasa mengambil 44 anthurium berpenampilan prima. Jenis lemon urat kuning bertongkol satu, umpamanya, ditawar Rp225-juta; jenmanii 2 tongkol, Rp60-juta. Beberapa tanaman yang dicuri sebetulnya sudah dibeli orang.

Jenmanii mini size lemon terdiri atas 2 daun, rencananya pada pukul 14.00 akan diambil seorang pembeli. Tanaman itu laku Rp35-juta. 'Kerugian yang dilaporkan (kepada polisi, red) hanya Rp150-juta. Tetapi kalau dihitung kerugian kira-kira setengah miliar rupiah,' ujar alumnus Fakultas Pertanian Universitas Islam Bandung itu.

Saya belum bisa menerima mengapa ibu dianiaya,' ujar karyawan Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Surakarta itu. Soalnya peristiwa itu membuat ibundanya trauma. Kepada reporter Trubus, Nesia Artdiyasa, Hadmanti menuturkan, 'Sampai sekarang saya belum berani tinggal di rumah sendiri, meski siang hari.'

Jiwa terguncang

Bisnis anthurium memang tak hanya melahirkan senyum mengembang bagi yang meraup untung besar. Namun, banyak juga yang menelan pil pahit karenanya. Sebut saja Mahendradata yang syok melihat anak laki-lakinya dirawat di Rumahsakit Jiwa (RSJ) Magelang, Jawa Tengah. Ketika ditemui Trubus wajah pria separuh baya itu muram. 'Saya masih syok,' katanya singkat. Musababnya, Sentanu-atas permintaan ayahnya, nama itu disamarkan-mendapat pesanan bibit anthurium.

Pria 32 tahun itu bergegas melayaninya dengan mendatangkan satu mobil bibit anthurium. Celaka tiga belas, bibit itu ditolak oleh pemesan lantaran tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan. Kejadian itulah yang mengguncang jiwanya. Sentanu yang berbisnis anthurium setahun terakhir itu kerap berjalan sendirian tanpa tujuan jelas. Bila melihat tanaman, mulutnya meracau memberikan komentar.

Anthurium juga menguras air mata Joko Sungkono. Mata guru SD Kemuning, Karanganyar, itu sembap mengetahui 50 jenmanii senilai Rp450-juta tercerabut dari pot. Teriakan tetangganya, 'Maling… maling…,' membangunkannya. Ia langsung mengecek greenhouse di sisi rumahnya. Pot-pot kosong-melompong berserakan tanpa anthurium.

Kisah mengenaskan 'gara-gara' anthurium juga dialami oleh 2 pemuda, sebut saja Arnold dan Armadino, warga Jakarta. Wajahnya babak belur dan mata membengkak dihajar massa. Trubus menjenguk mereka di Rumahsakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Tangan kiri mereka diborgol dengan tempat tidur. Mereka datang ke Surakarta, Jawa Tengah, atas ajakan temannya. Di sana temannya menyewa mobil dan pergi ke sebuah tempat. Di tempat itu Arnold dan Armadino menunggu di luar mobil.

Tak berapa lama, terdegar suara gaduh. Ternyata temannya itu mencuri anthurium. Karena ketahuan, temannya melarikan diri dengan membawa mobil serta meninggalkan Arnold dan Armadino. Karung berisi anthurium ditinggalkan. Nah, Arnold dan Armadino yang mengatakan tak tahu-menahu itu menjadi sasaran amuk massa. Kisah sedih itu juga dialami sebut saja Setyaki. Karyawan sebuah toko penyedia tanaman hias itu mencuri anthurium untuk biaya pernikahannya. Namun, jejaknya mudah dilacak. Alih-alih menikah, ia malah dikeluarkan dari tempatnya bekerja.

Menurut Bripka Supriyono, anthurium menjadi incaran pencuri karena harganya mahal. 'Ketimbang mencuri mobil, mereka (pencuri) pikir lebih enak mencuri anthurium, karena tanpa perlu surat, mudah dibawa, dan mahal,' ujar Supriyono yang memarkir mobil di jalan depan rumah. Anthurium memang membuat banyak orang tersenyum lantaran menikmati laba besar. Namun, banyak juga yang menangis karenanya. Ah, anthurium.… (Sardi Duryatmo) http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=130

Hibrida Berlabel Jenmanii

Oleh trubuson Sabtu, 01 Desember 2007) Pemilik situs The Exotic Rainforest di Amerika Serikat heran bukan kepalang. Dalam sehari masuk 4-5 kali permintaan Anthurium jenmanii dari hobiis Indonesia sejak setahun terakhir. Sayang, situs itu tak menjual si raja daun. Sebuah nurseri besar di negeri Paman Sam juga mengaku produksi A. jenmanii hingga 2008 sudah dipesan orang Indonesia. Jenmanii menjadi nama populer dan bernilai jual tinggi di jagad tanaman hias Nusantara.

Popularitas A. jenmanii memang luar biasa. Pemilik nurseri dan media massa membandrolnya dengan harga selangit. Ia disebut-sebut sebagai lokomotif anthurium karena mampu mengangkat jenis lain. Sebut saja A. plowmanii alias gelombang cinta yang turut terdongkrak. Gaung kontes anthurium pun bergema hampir tiap bulan.

Namun, benarkah label A. jenmanii pantas disematkan pada jenmanii yang kini mempunyai embel-embel nama belakang? Sebut saja jenmanii kobra, mangkok, king kobra, supernova, dan anakonda. Sekadar contoh, pengalaman penulis menjuri anthurium di Pameran Flora dan Fauna 2007 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, dapat menjadi pertimbangan. Sejatinya, dari 50 peserta kelas jenmanii, hanya ada 1 tanaman yang betul-betul jenmanii.

Selain itu semuanya tak layak lagi disebut A. jenmanii, karena memang bukan jenmanii. Ia adalah anthurium hibrida yang salah satu indukannya kemungkinan A. jenmanii. Di kalangan pemulia, hibrida yang asal-usulnya tak lagi dapat dirunut disebut mongrel strain. Sebutan itu juga dipakai oleh komunitas pencinta anjing pada anjing yang tak jelas trah-nya, misalnya pada anjing kampung. Ia mendapat konotasi negatif karena pemulia profesional tak lagi memakainya dalam penyilangan selanjutnya.

Tak lazim

Menurut hemat penulis, penamaan anthurium di negeri ini di luar kelaziman tatanama yang berlaku. Pasalnya, suatu tanaman hasil silangan, namanya tak perlu lagi menggunakan nama spesies maupun subspesies dari salah satu indukannya. Walau tak dapat disangkal, boleh jadi keturunan itu lebih baik ketimbang kedua induknya. Nama sebuah hibrida lazimnya diberikan nama yang eksotis atau populer, misalnya A. emerald forest atau A. star ruby. Itu dikaitkan dengan penampilannya yang baru atau dikaitkan dengan nama penyilang maupun orang terkenal.

Publik baru mengetahui nama sang induk, bila penyilang atau pembudidaya bersedia menyebutkan. Penyilang profesional biasanya menyebutkan spesies, subspesies, atau varietas indukannya. Itu pun langka sekali yang bersedia, karena membuka itu sama dengan membeberkan rahasia perusahaan. Pengamat lain hanya bisa berhipotesis soal indukan dari penampilan tanaman.

Contoh yang paling mudah ialah Aglaonema rotundum. Semua mafhum, rotundum ialah indukan yang membawa gen merah dominan. Hampir semua aglaonema hibrida berwarna merah mewarisi darah rotundum. Namun, tidak ada satu pun varietas silangannya yang diberi nama salah satu tanaman induknya. Dua keturunan rotundum yang paling populer ialah aglaonema pride of sumatera dan donna carmen. Ia hanya disebut pride of sumatera dan donna carmen, bukan A. rotundum pride of sumatera dan A. rotundum donna carmen. Itu karena gen pada tanaman itu tak hanya berasal dari A. rotundum.

Memang ada juga pemberian nama populer di samping nama spesies seperti pada sansevieria. Sebut saja pada Sansevieria halii. Dikenal S. halii Baseball Bat, S. halii Baseball Bat variegata, S. halii Blue Bat, dan S. halii Pink Bat. Pun pada kelompok trifasciata, ada S. trifasciata laurentii Twisted Sister dan S. trifasciata laurentii Gold Flame. Namun, sederetan nama itu bukanlah tanaman hasil silangan alias hibrida. Mereka sekadar mutasi dari spesies yang memang kerap terjadi pada lidah mertua. Pemberian nama yang berbeda sekadar membedakan mutasi yang satu dengan yang lain dalam satu spesies.

Tetap sama

Lalu bagaimana A. jenmanii yang asli? Jenmanii yang darahnya belum tercampur anthurium lain kemungkinan datang ke Indonesia pada awal 80-an. Ciri khasnya, apabila sudah cukup umur, sosoknya besar, daun lebar, bertekstur kasar, gampang berbunga, dan banyak menghasilkan biji. Penulis pertama kali mendapatkan biji-biji jenmanii pada awal 80-an dari sahabat pena di Florida. Dari puluhan biji yang disemai hampir semuanya bersosok sama, tak ada yang menunjukkan kelainan signifikan. Itu dari sebuah indukan yang diambil dari habitatnya di Suriname.

Sampai awal 90-an A. jenmanii itu dikembangbiakkan. Ternyata sosok A. jenmanii beserta keturunannya tetap sama hingga generasi ketiga, karena merupakan galur murni. Itu sangat berbeda dengan saat ini, sulit sekali menemukan A. jenmanii. Kerapkali hobiis baru mengeluh karena begitu banyak anthurium yang diakui anakan jenmanii, tapi sama sekali tak menampilkan satu pun ciri yang ada pada jenmanii. Itu karena memang tidak ada darah jenmanii dalam silsilahnya.

Bila demikian, maka sengaja atau tidak, telah terjadi sebuah penipuan dan pembodohan karena informasi tidak lagi mengandung kebenaran bahkan cenderung menyesatkan. Ada 3 hipotesis sebagai biang keladinya. Pertama, segelintir orang mendompleng nama jenmanii-yang tengah naik daun-untuk mendongkrak harga jual anthuriumnya. Kedua, ketidaktahuan pembeli dimanfaatkan penjual, dan terakhir, penjual pun sebetulnya tidak mengetahui. Terjadilah simpang siur informasi yang kian parah karena publikasi media yang jor-joran tanpa konfirmasi pada ahlinya.

Hibrida

Sebagai tanaman hibrida, varian hasil silangan jenmanii dengan beragam nama yang kita kenal belum jelas silsilahnya. Anehnya, pedagang dan hobiis baru berani membeli kecambah jenmanii dengan harga yang menggila, Rp200-ribu-Rp1-juta. Padahal, pengalaman penulis menyilangkan A. jenmanii dengan A. bondplandii subsp guayanum sejak 1990 menghasilkan banyak varian. Dari 100 anakan F1 hanya 3 tanaman yang dipelihara. Anakan F1 lalu disilangkan sesamanya dan dihasilkan 200 anakan F2. Hanya 2 yang tetap dipelihara. Sisanya dimusnahkan.

Tanaman pertama dipilih karena cenderung mengikuti A. jenmanii, tetapi sosok lebih kecil. Tekstur daun sangat nyata, warna daun hijau tua cenderung gelap dan mengkilap. Daun cenderung lebih tebal ketimbang 2 induknya. Tanaman kedua berukuran sama dengan A. bondplandii subsp guayanum, hanya daun lebih lebar, tulang daun nyata, warna hijau kecokelatan, dan pucuk berwarna merah burgundi. Artinya, mendapatkan silangan yang berkualitas sangat sulit. Dari 200 anakan hanya 2 yang berkualitas. Itulah sebabnya, kolektor rela merogoh kocek dalam-dalam.

Artinya, suatu kebodohan bila seorang hobiis berani membeli anakan hanya karena nama besar induknya. Ia hanya berangan-angan memperoleh anakan yang mirip dengan induknya yang hibrida. Pasalnya, kemungkinan itu amatlah kecil karena dalam darah induk mengalir berbagai macam tetua anthurium yang tak jelas lagi runutannya. Padahal, secara teori anakan suatu hibrida hanya akan mirip dengan induknya bila diperbanyak secara vegetatif, misal dengan potong bonggol.

Kini, anakan anthurium hibrida yang dulu dibuang-buang karena dianggap tak prospektif menjadi mesin uang. Dikhawatirkan terjadi kejenuhan pasar secara cepat seperti kasus lou han. Bayangkan, berapa banyak hobiis baru yang kecewa karena telanjur menginvestasikan dana. Sebuah kenyataan pahit yang mesti diterima apa adanya. (Felix Fadjar Marta, pengamat tanaman hias, tinggal di Jakarta)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=131

Pesona Sansevieria Mini Dari Negeri Jiran hingga Negeri Sendiri

Oleh trubuson Sabtu, 01 Desember 2007) Inilah legenda karya Jonathan Swift! Di tepi pantai, Gulliver, dokter muda asal Inggris, tergolek pingsan. Ia terdampar setelah kapal layarnya karam dihantam gelombang. Betapa terkejutnya Gulliver kala tersadar. Seluruh tubuh terikat. Ratusan prajurit mini-seukuran 6 inci setara 15 cm-mengelilingi dengan senjata terhunus. Kisah di negeri liliput itu begitu populer ke penjuru negeri. Namun, di Penang, Malaysia, bukan prajurit mini yang terkenal. Di sana, sansevieria mini seukuran 5-15 cm mulai populer.

Pantas sansevieria mini digandrungi hobiis Malaysia. 'Sosoknya imut. Itu menjadi daya tarik buat hobiis pemula,' kata Tham Peng Hooi, pemilik Xiang Fook Garden. Pada Pameran Bunga di Taman Botani Pulau Penang misalnya. Trubus melihat sebagian besar gadis dan ibu rumahtangga yang keluar dari stan Xiang Fook menenteng jinjingan berisi si liliput. Padahal, lidah jin-sebutan sansevieria di negeri jiran-itu dibandrol dengan harga tinggi.

Sebut saja sansevieria dari keluarga trifasciata. Ia dibandrol dengan harga rata-rata RM28 setara Rp70.000. Bandingkan dengan sansevieria serupa yang bersosok biasa, harganya hanya Rp15.000-Rp20.000. 'Bila tak dibuat mini, jarang dilirik. Dianggap tanaman biasa,' ujar Tham. Menurutnya, ide membuat sansevieria mini berasal dari ayahnya, Tham Hok Cheng. Tham senior 'mengerdilkan' sansevieria agar tanaman itu bisa diletakkan di atas meja: di samping komputer atau di dekat asbak.

Ketika itu 2 tahun silam, keluarga Tham mendapat informasi sansevieria bermanfaat bagi lingkungan. 'Kabarnya dia (sansevieria, red) antipolusi dan antiradiasi. Bukankah cocok diletakkan di meja perokok dan pegawai yang selalu di depan komputer?' tanya Tham senior. Lidah naga-sebutannya di China-pun dibuat mini dengan cara sederhana. Rimpang atau anakan sansevieria yang baru muncul ditanam di pot mini berdiameter 8-12 cm dengan media cocopeat murni. Pertumbuhan sansevieria pun terhambat karena media miskin hara.

Dosis rendah

Menurut Tham, agar kehidupan si mini tetap berjalan, setiap minggu disiram dan disemprot pupuk daun dosis rendah. Sebutan takaran rendah itu mengacu pada dosis kemasan. 'Sekitar 1/2-1/4 dari dosis yang tertera. Jenis pupuk apa pun bisa digunakan,' ujar Tham. Inovasi ayah dan anak itu tak berhenti sampai di situ. Untuk mendongkrak harga Tham menanam sansevieria mini berdekatan dengan boneka-mini di sebuah pot sedang, berdiameter 20 cm. Tampilan lidah mertua itu menjadi cantik, mirip taman mini. Harga pun melambung menjadi RM68 setara Rp170.000.

Kreasi dari negeri jiran itu mengingatkan pada sansevieria koleksi A Gembong Kartiko di Batu, Jawa Timur. Sejak 1,5 tahun silam ia 'membonsai' sansevieria mini untuk mengangkat pamor si lidah naga (baca: Lidah Jin Kecil Itu Indah, Trubus Mei 2007). Gembong juga menggunakan media minim hara meski berbeda. Ia memakai 100% sekam bakar atau pasir malang, sekam mentah, dan sekam bakar dengan komposisi 2:1:1. Pengrajin gerabah itu mencetak sansevieria mini untuk memuaskan hobiis sansevieria Jawa Timur yang umumnya berlatar belakang bonsai.

Menurut Gembong tren sansevieria mini di Malaysia membuktikan lidah naga kerdil memang cocok untuk hobiis, mulai dari pemula hingga kolektor. 'Itu sebuah bukti, sansevieria tanaman bandel. Ia bisa tumbuh di media apa pun, mulai cocopeat, mosh, sekam, hingga pasir murni,' tutur Gembong. Bahkan, menurut Agus Mulyadi, pemilik nurseri Griya Disp, Solo, sansevieria mini bagaikan sebuah lokomotif. Ia menjadi pintu masuk hobiis pemula untuk menyukai lidah mertua. Ia membuktikan dalam sebuah sosialisasi sansevieria 3 bulan silam, sebanyak 200 pot lidah mertua mini, ludes diserbu pemula.

Pasir laut

Nun di Yogyakarta, ada juga Yoe Kok Siong, yang membuat sansevieria mini dengan cara tak lazim. Pemilik nurseri Kaliurang Garden Center itu menumbuhkan sansevieria dari kelompok trifasciata di media pasir laut. Semuanya berawal dari kebetulan belaka. Ketika itu setahun silam, ia mengambil pasir laut untuk dihamparkan di taman. Tak disangka, sansevieria yang terkena pasir laut tumbuh bagus. Padahal, sebelumnya lidah mertua itu terabaikan lantaran membusuk di pot dengan media biasa-campuran tanah, kompos, dan sekam.

Ia pun memindahkan sepot lidah naga ke dalam pot kecil dengan media pasir laut murni. 'Pasir cukup dijemur sampai kering, baru dipakai sebagai media,' katanya. Benar saja, sang lidah jin tumbuh prima meski berukuran mini. Pengusaha jamu itu lalu meletakkannya di atas meja selama berbulan-bulan tanpa penyiraman. Menurut Yoe, sansevieria tetap mendapat pasokan air karena kelembapan Kaliurang tinggi. Diduga pasir laut mampu menyerap butiran air dari udara. Sementara sosok mini terjadi karena ukuran pot kecil, sehingga pergerakan akar dan daun terhambat. Media itu berhasil menumbuhkan sansevieria mini sebanyak 400 pot.

Menurut Lanny Lingga, praktisi tanaman hias di Bogor, sebetulnya sansevieria tak menyukai media dengan elektrokonduktivitas (tingkat penghantaran listrik yang dipengaruhi jumlah kation dan anion, red) tinggi dan suasana basa. Kemungkinan besar pasir pantai memiliki elektrokonduktivitas tinggi dan suasana basa karena tingginya kadar garam, 'Bila yang digunakan pasir pantai, kadar garam tinggi, karena terjadi proses pengendapan garam. Lidah mertua bisa keracunan garam dan busuk karena bakteri. Soalnya, bakteri menyukai suasana basa,' tutur Lanny.

Namun, bukan berarti pasir laut tak bisa digunakan. 'Saat ini banyak pasir laut yang dipakai sebagai media. Ia bukan pasir dari tepi pantai, tapi diambil dari tengah laut dengan cara membor,' kata Lanny. Yang disebut terakhir memang cocok digunakan sebagai media sansevieria maupun tanaman lain. Pasalnya, ia tak mengandung kadar garam yang tinggi dan pH netral.

Tertarik membuat sansevieria mini? 'Coba saja dengan media apa pun. Prinsipnya, minimkan hara dan tanam di pot kecil,' kata Gembong. Si kerdil pun tak hanya dinikmati di negeri liliput. Menurut Yoe, kecantikan si mungil bisa dinikmati di atas meja, bahkan di samping komputer, di ruang kerja. (Destika Cahyana/Peliput: Nesia Artdiyasa)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=127