02 Januari 2008

Anthurium si Burgundi Tanduk

Pesona Warna Hijau, Hitam, Ungu

Foto-foto : Bayu Setio

Warna jadi salah satu eksotika dari daun anthurium, termasuk di dalamnya jenis burgundi yang menawarkan warna hijau, hitam, dan ungu. Paduan tiga warna dalam satu tanaman itu, membuat jenis ini jadi salah satu anthurium wajib bagi penghobi. Bentuknya yang beragam, membuat burgundi termasuk dalam anthurium tingkat atas yang juga mempunyai harga mahal.

Anthurium terkenal dengan serat, bentuk, dan warna daun yang eksotik. Unsur warna sendiri memegang peranan besar, terutama untuk varian yang menghasilkan rona merah maupun hitam. Harga kedua jenis warna tersebut bisa berlipat dibandingkan warna hijau. Keistimewaan dari burgundi memang dari kekuatan warna daun yang diyakini bukan dari mutasi atau silangan dari berbagai warna. Tapi burgundi mempunyai satu species sendiri yang mampu menghasilkan keturunan sama persis dengan indukannya, sehingga untuk melakukan perbanyakan bagi nurseri bukan hal yang mustahil.

Secara tak langsung, nama burgundi memang terdongkrak dari hingar-bingarnya anthurium, terutama dari jenis jenmanii yang harganya paling mahal. Beberapa tren anthurium pun sempat silih berganti, seperti tren dari karakter daun, bentuk daun hingga terakhir dari kombinasi warna, seperti jenmanii black dan red.

Dari tren warna yang sedang dicari pembeli, secara tak langsung membuat pamor burgundi kembali naik. Apalagi dari kombinasi tiga warna yang jarang dimiliki oleh jenis anthurium lainnya. Begitu juga dengan warna tanaman pun mengikuti, dimana gabungan warna hijau, hitam, dan ungu akan menghasilkan satu warna burgundi yang terpancar di beberapa bagian daun.

Hermansyah dari Kebun Kita Nurseri km 10 Kaliurang, Jogjakarta, mengatakan warna burgundi akan terlihat mulai dari batang, tulang, urat daun, hingga tepi daun. Burgundi saat ini mempunyai kelas tersendiri yang sejajar dengan anthurium lainnya, seperti jenmanii maupun gelombang cinta. Contohnya, koleksi burgundi tanduk miliknya yang sudah menunjukkan karakter sempurna, dimana warna burgundi sudah merata terlihat pada hampir semua bagian tanaman.

Mulai dari batang tunas yang pupus keluar sudah memperlihatkan karakter warna burgundi. Warna yang dimiliki akan bertahan dan tidak pudar, meski daun sudah dewasa. Bahkan saat daun sudah besar di tepinya/lis akan berwarna ungu yang melingkari semua daun, sehingga bila dilihat, daun burgundi tanduk ini seperti diberi frame/pigura dengan warna ungu di semua tepi daunnya. Sangat menarik, terutama bila terkena matahari, dimana kontras warna antara hijau-ungu dan hitam akan terlihat. Kesan eksotis pun secara tidak langsung menghinggapi tanaman ini.

Dari beberapa varian burgundi, jenis tanduk mempunyai karater yang cukup kuat, dimana bentuk daun sangat tegas yang lurus dan meruncing di ujungnya. Sementara tepi daun mempunyai riak gelombang kecil yang mempertegas kekuatan dari tanaman. Dilihat dari atas, daun sudah terlihat rouset dan menonjolkan tulang dan urat daun yang mempunyai warna kehitaman. Mulai dari bentang, daun warna burgundi sudah terlihat, namun tidak begitu tegas, terutama untuk daun yang sudah tua. Tapi pada tunas yang baru tumbuh/pupus, warna burgundi akan terlihat kuat antara bonggol hingga separuh dari batang daun. Bentuk daun mulai dari bawah sudah melebar dan memanjang hingga setengah panjang daun.

Selanjutnya, daun sedikit melebar dan langsung meruncing di ujungnya yang menyerupai tanduk. Karakter daun sendiri di beberapa bagian sudah terlihat adanya warna burgundi, terutama pada ujung daun yang sudah tersirat warna ungu ke-hitaman. Warna di daun akan lebih cerah bila sinar matahari langsung mengenai daun. Tapi tentu tidak bisa dibiarkan lebih lama di bawah terik matahari. Sebab, bisa membuat tanaman ini kriting karena dehidrasi.

Warna ke-unguan dari tulang daun sendiri sudah terlihat sejak daun sudah pupus sempurna. Semburat warna sendiri akan mengisi bagian atas dari tulang daun yang merata di semua permukaan daun. Secara keseluruhan, burgundi tanduk layak jadi salah satu koleksi yang mempunyai harga cukup menarik. Untuk ukuran 6 daun, Hermansyah menawarkan harga hingga Rp 5 juta. Sedangkan bibitan cambah, di kisaran harga ratusan ribu rupiah.

Sebagai salah satu jenis dari anthurium, burgundi memberikan satu pilihan bagi penghobi untuk mencoba memiliki tanaman yang kaya akan warna ini. Apalagi diprediksi, ke depan burgundi akan memiliki pamor setingkat dengan jenmanii. Itu dilihat dari kekuatan warnanya yang menggabungkan tiga warna sekaligus.

Di beberapa bursa tanaman hias, posisi burgundi sendiri berada di atas beberapa jenis anthurium, seperti gelombang cinta maupun hookeri. Bahkan bila burgundi yang dijual sudah sempurna, dimana semburat warna sudah merata mulai dari batang, tulang daun, dan daun, harga sudah bisa disejajarkan dengan jenmanii. [wo2k]

Jaga Intensitas Matahari, Kelembapan, & Media Tanam

Menghasilkan warna yang sempurna pada tanaman burgundi ternyata gampang-gampang susah. Pasalnya, harus memperhatikan tiga usur utama, yaitu sinar matahari, kelembapan, dan media tanam yang berhubungan dnegan nutrisi yang digunakan. Terlalu banyak sinar matahari, warna burgundi akan lebih hitam di daun. Sementara tulang daun cenderung hijau.

Dari kasus tersebut, maka burgundi harus berada dalam naungan dengan paranet minimal 60% dan lebih tinggi bila berada di wilayah yang lebih panas. Sedangkan kekuranagn sinar matahari akan membuat tanaman berdaun panjang, karena mencari sinar dan warna akan pucat. Sebab, klorofil tidak tumbuh sempurna.

Kelembapannya berpengaruh dengan kebutuhan air yang berkaitan erat dengan pertumbuhan burgundi. Kelembapan terlalu kering, meski sinar matahari sudah tepat, tetap membuat tanaman tidak bisa tumbuh secara sempurna, bahkan bisa cenderung kerdil, karena kekurangan air. Namun terlalau lembab, akan membuat tanaman rawan penyakit dan paling parah akan membuat daun dan akar cepat busuk. Bukan pertumbuhan cepat yang didapat, tapi burgundi akan masuk dalam tahap kritis, bahkan terancam mati.

Media tanamnya sendiri sangat berpengaruh terhadap kekuatan akar dalam menyerap nutrisi, sehingga porous jadi syarat utama, karena akar anthurium sensitif dengan kelembapan, sehinga dengan media tanam yang porous, akan mempercepat pertumbuhan anthurium. Sebab, akar bisa bergerak bebas. [wo2k]


Rhenald Kasali PhD: Siapa Konsumen Akhir?



Trubuson - Sabtu, 01 Desember 2007)

Rumah di ujung jalan itu terlihat asri. Caladium dan anthurium bunga tertata rapi di halaman depan rumah. Kesejukan menyambut saat menjejakkan kaki di rumah di Pondokgede, Bekasi, itu.

'Mari ikut saya,' ujar Rhenald Kasali PhD, sang pemilik rumah. Pakar pemasaran ternama itu mengajak ke halaman belakang. Tanaman ini ya yang sedang ngetren, ujarnya setengah bertanya seraya menunjuk anthurium wave of love setinggi 1,5 m. Semula gelombang cinta itu diletakkan di halaman depan, tetapi karena banyak orang mengincar, Rhenald memindahkannya ke belakang.

Gelombang cinta itu dipelihara sejak 5 tahun silam. Harganya ketika itu Rp75.000. Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia itu tak menyangka anthurium kini populer di tengah masyarakat. Harga Anthurium jenmanii menembus angka hingga ratusan juta rupiah. Di Karanganyar, Jawa Tengah, salah satu sentra, perputaran uang di satu pekebun mencapai Rp30-juta per hari.

Popularitas anthurium pun turut mendongkrak harga biji hingga mencapai ratusan ribu rupiah. Harga tanaman induk dinilai dari jumlah tongkol yang menggendong biji. Pendek kata, banyak pebisnis anthurium mendadak bergelimang rupiah. Keuntungan menggiurkan mendorong orang-orang membenamkan modal.

Kepada Imam Wiguna, wartawan Trubus, Rhenald Kasali memaparkan pandangannya tentang bisnis anthurium dari kacamata pemasaran. Berikut petikan wawancara pada 17 November 2007.

Apa yang memicu fenomena anthurium seperti sekarang?

Sekarang ini kita memasuki era the dream society. Pada era seperti itu, masyarakat membeli sesuatu karena cerita di balik produk itu. Jadi, apa pun produknya kalau bisa dibikin cerita dan itu menjadi histeria massa, maka menjadi suatu yang populer.

Dalam pemasaran, ada yang disebut pop marketing. Fenomena pop marketing seperti kasus Inul Daratista. Popularitasnya mencuat setelah ditekan raja dangdut sehingga orang-orang bersimpati. Pamornya menjadi naik, tapi kemudian hilang. Fenomena itu cuma sesaat. Jadi bukan karena Inul nyanyinya bagus, tetapi karena cerita tentang dirinya yang menarik. Cerita bahwa Inul teraniaya, orang bersimpati, goyangnya ngebor, dan punya keistemewaan tertentu yang berbeda dengan yang lain. Kalau cerita itu bisa diperoleh, akan menjadi hit. Tapi umurnya ada yang panjang, ada juga yang pendek.

Adakah contoh yang berumur panjang?

Yang berumur panjang biasanya pariwisata, karena memang dipelihara. Misalnya Danau Loch Ree di Irlandia Utara, yang dipercaya dihuni monster. Padahal itu hanya gejala alam. Yang seperti itu umurnya panjang, selama bisa melestarikan gejala alam itu. Contoh lain, cerita tentang batu gantung di Danau Toba.

Bagaimana dengan anthurium?

Pada tanaman atau pun ikan hias, biasanya umurnya pendek. Yang agak panjang umurnya barangkali ikan arwana karena sulit membudidayakannya. Kalau mudah, juga akan cepat hilang.

Fenomena anthurium juga disebabkan cerita yang dibuat seputar tanaman hias itu. Dalam hal ini media punya peranan karena memotret kondisi masyarakat dan histeria orang-orang terhadap tanaman itu. Begitu juga pameran-pameran tanaman hias yang sekarang ini selalu ramai pengunjung.

Adakah komoditas lain yang mengalami fenomena seperti itu?

Masih ingat soal cacing? Itu juga kan cuma sebentar. Komoditas pertanian kalau kelebihan pasokan, harga jatuh. Apalagi kalau dia mudah dibudidayakan dan diperbanyak. Menurut pengalaman saya, anthurium itu mudah. Cuma perlu waktu saja. Saya sudah 5 tahun pelihara anthurium. Bertahun-tahun saya simpan di depan ngga ada yang melirik. Dulu saya beli cuma Rp75.000. Saya lihat memang bagus. Saya suka tanaman yang tidak dimiliki orang banyak.

Pada kasus cacing masalahnya adalah tidak ada end user. Saya takut anthurium juga begitu. Waktu itu saya beli bukan karena mahal, tetapi karena lagi murah. Harga Rp75.000 waktu itu masih cukup mahal. Dengan harga Rp20-juta-Rp200-juta, saya curiga tidak ada end user-nya.

Pada saat cacing sedang ramai dulu, saya pernah tanya seorang peternak, buat apa? Katanya bagus buat kosmetik. Ternyata ketika saya telusuri, pasar yang benar-benar untuk kosmetik itu tidak pernah ditemukan. Saya khawatir pada anthurium juga terjadi pasar imajiner. Orang beli tanaman hanya untuk dijual lagi dengan harga lebih tinggi. Jadi pasarnya pedagang kan? Bukan konsumen?

Produk yang pasaran, harganya pasti tidak akan tinggi. Contoh mobil Toyota. Begitu Toyota Kijang semua orang bisa beli, harganya sekitar Rp100- juta- Rp250-juta. Ia ngga bisa dijual dengan harga Rp500-juta. Harga setinggi itu sudah masuk kelas mewah seperti Crown, Lexus, BMW, Volvo, Audi, dan jumlahnya sedikit.

Masyarakat memandang anthurium dan tanaman hias lain sebagai peluang usaha. Apakah dengan fenomena seperti itu, tanaman hias merupakan lahan investasi yang baik?

Tanaman hias merupakan komoditas yang sudah menjadi kebutuhan. Popularitas aglaonema atau anthurium adalah perkembangan baik. Lonjakan yang di-push menjadi letupan-letupan menunjukkan bahwa tanaman hias menjadi industri yang dibutuhkan masyarakat. Nah, kalau untuk investasi, tergantung bidang usaha yang akan digeluti. Apakah mau jadi pembudidaya, pedagang kecil, pengumpul, atau membuka pelatihan? Orang harus memilih menjadi pelaku usaha yang mana. Kecuali Anda memiliki reputasi tertentu sehingga orang datang dengan sendirinya untuk membeli tanaman.

Menurut Anda, bidang usaha apa yang paling menguntungkan?

Dalam hal ini yang menguntungkan adalah menjadi pedagang. Sebab, ia hanya menentukan harga beli dan harga jual. Pedagang itu bisa mengendus pasar. Kalau terjun di budidaya, seringkali tidak menguasai informasi pasar. Ia hanya tahu hubungannya dengan pedagang. Petani kadang-kadang tidak tahu informasi pasar yang benar sehingga mudah tertipu. Begitu harga tinggi, baru membudidayakan. Padahal rumus pengusaha, beli di saat murah, jual ketika harga tinggi.

Terkadang petani bertindak sebaliknya, membeli di saat harga tinggi karena ada histeria massa. Begitu menjual harga sudah turun. Saya dengar dari rekan yang bermain tanaman, ada importir yang mendatangkan anthurium secara besar-besaran dari Thailand dan menjualnya dengan harga murah. Akibatnya, harga anthurium di tanahair jatuh. Pada kondisi seperti ini, siapa yang untung? Pedagang kan?

Kalau jadi petani, jangan hanya memasok ke toko-toko. Dalam bisnis di dream society, jangan cari uang, tapi bangunlah brand image (citra merek, red). Jika image tertanam, ia akan menjadi pencipta isu, momentum, dan sumber berita. Semua orang akan bertanya ke dia karena ia telah menjadi pakar. Berapa pun produk yang ia jual akan dibeli orang. Tapi kalau jadi follower, tidak bisa seperti itu.

Bagaimana mempertahankan bisnis yang berdasarkan tren?

Ini kan fenomena pop marketing. Kalau fenomena pemasaran yang biasa, suatu produk melalui siklus produk yang panjang. Pada pop marketing, dalam siklusnya terdapat gejolak-gejolak. Trennya sangat pendek, cuma 2-3 tahun. Suatu produk yang terlalu dipacu agar cepat melejit di pasaran, akan cepat hilang juga. Untuk mempertahankannya cukup sulit.

Yang bisa dilakukan adalah mengambil keuntungan sesaat. Selalu membeli pada saat harga akan naik. Begitu menjadi berita besar, lepas semua produk dan beralih ke komoditas lain. Ikuti saja tren. Jika ingin aman, main di produk yang abadi. Yang abadi itu harganya murah, konstan, tetapi yang beli ada terus.

Apakah harus selalu menghadirkan yang terbaru untuk melanggengkan tren?

Masalahnya satu orang pemain tidak dapat mendikte pasar. Harus ada konsensus dalam pasar. Konsensus dibentuk oleh berbagai hal. Misalnya namanya antik apa tidak. Contoh, kenapa wave of love berkembang? Karena kata wave of love itu menarik. Nama aslinya kan anthurium. Tetapi begitu diganti gelombang cinta karena daunnya bergelombang, lalu menjadi wave of love, orang menjadi wah…! Bisa menjadi cerita.

Jadi dengan memberikan nama yang khas, pemiliknya hanya sedikit, dan media mempublikasikannya, timbullah histeria massa. Lalu orang tertarik untuk berinvestasi. Terjadilah kejutan. Kalau ada komoditas yang seperti itu, bisa. Tapi lagi-lagi masuklah ketika harga masih rendah. Begitu mencapai puncak, segera lepas produk karena masa puncak tidak datang 2 kali. Begitulah pop marketing.

Bila dibandingkan dengan pasar modal, mana yang lebih berisiko?

Pasar modal itu berbeda. Para pelaku pasar modal dapat memantau pasar setiap saat. Pagi ia membeli saham, sore mungkin bisa dijual kembali. Pergerakan harga setiap waktu dapat dipantau. Mereka juga dilindungi oleh undang-undang, lembaga pengawas seperti Bapepam. Anthurium? Kondisinya sebaliknya. Oleh sebab itulah pasar anthurium tidak bisa dikendalikan. Aksi-aksi kecurangan tidak dibatasi undang-undang. Pada prinsipnya, setiap bisnis yang menjanjikan keuntungan besar, juga berisiko besar. Begitu juga anthurium, jadi harus hati-hati. ***

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=134


Rhenald Kasali PhD

Tempat & tanggal lahir
Jakarta, 13 Agustus 1960

Pendidikan
  • Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
  • S2 dan S3 di University of Illinois, Urbana & Champaign, USA
Karier
  • Ketua Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
  • anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2007,
  • mantan ketua Program Doktoral Ilmu Manajemen FEUI,
  • penulis 13 buku dalam bidang bisnis, manajemen dan pemasaran,
  • mantan staf Ahli Menteri Perdagangan Republik Indonesia,
  • mantan kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional,
  • mitra kerja Prof. Michael E. Porter (Harvard Business School) untuk mengembangkan konsep daya saing di Indonesia.

TANAMAN SEHARGA MILIARAN RUPIAH AMBLAS; Desa Sentra Jenmanii Terkubur

Kedaulatan Rakyat - 28/12/2007) BENCANA tanah longsor di Dusun Mogol, Desa Ledoksari, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar Rabu dinihari lalu ternyata tidak hanya mengubur 37 warga saja. Harta benda seperti sepeda motor serta mobil milik warga juga ikut tertimbun longsoran tanah. Bahkan, puluhan bunga Jenmanii bernilai miliaran rupiah yang dipelihara warga juga habis tertimbun di dalamnya.
Di wilayah Karanganyar, Dusun Mogol memang dikenal sebagai salah satu sentra penjualan tanaman hias. Tidak heran jika setiap rumah di dusun yang ada di Lereng Lawu ini pasti dijumpai berbagai macam tanaman hias. Bukan hanya dipelihara untuk klangenan saja, tetapi jadi bisnis baru.


Maka tidak sedikit warga setempat yang meraup keuntungan banyak. Menurut Sofyan (30) salah satu warga setempat yang juga kehilangan kerabatnya tertimbun tanah longsor, bisnis tanaman hias di Dusun Mogol memang sedang marak-maraknya belakangan ini. Dari 12 rumah yang tertimbun longsor, setidaknya terdapat tiga juragan besar tanaman hias masing-masing milik Giyono, Wardi dan Agus.


Di rumah ketiga juragan kembang yang ikut tertimbun longsor itu, jelasnya, tidak terhitung berapa banyak tanaman mahal yang dipelihara. Tidak hanya itu, beberapa rumah lain yang ikut tertimbun longsor juga punya tanaman hias. ”Tanaman yang paling banyak dipelihara adalah jenis anthurium jenmanii,” jelasnya.


”Bisa dikatakan di Mogol ini menjadi salah satu sentra anthurium di Karanganyar. Sudah banyak orang keluar masuk dusun ini untuk mencari anthurium,” ujar Bupati Karanganyar, Hj Rina Iriani.


Rina juga mengaku mendapat laporan bahwa salah satu warga setempat, sehari sebelum kejadian sempat akan bertransaksi jenmanii senilai Rp 500 juta. Tapi karena harganya dianggap terlalu rendah, akhirnya transaksi batal. ”Nggak tahunya malah ikut tertimbun longsor, gimana lagi namanya juga bencana. Kata warga jenmanii itu bertongkol tiga atau lima jadi mahal,” tambah Rina.


Saat longsor, beberapa warga sedang pergi keluar kota untuk melakukan transaksi bunga, sehingga terhindar dari musibah tersebut. Sepengetahuan Sofyan, sehari sebelum longsor terjadi, bunga jenmanii milik salah satu warga malah ada yang ditawar sebesar Rp 500 juta. Bunga jenmanii bertongkol lima itu akhirnya tidak diberikan oleh pemilik karena harganya dirasa terlalu rendah. ”Pokoknya jenmanii di rumah Giyono dan Wardi memang sudah besar-besar dan ditaksir mahal,” ujarnya.


Tapi, tidak sampai terjadi transaksi, bunga mahal itu malah ikut terkubur longsoran tanah. Tidak terhitung berapa bunga mahal yang ikut terkubur di dalamnya.


Terkuburnya tanaman mahal bernilai miliaran rupiah ini juga diakui Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani. Ditemui di sela memimpin proses evakuasi korban, Rina mengatakan bahwa wilayah Tawangmangu dan daerah sekitar selama ini memang dijadikan program pemerintah sebagai pusatnya anthurium. Termasuk di Dusun Mogol ini, warganya sudah menjadikan bisnis tanaman hias sebagai pemasukan untuk meningkatkan perekonomian.


Menurut Rina, warga Mogol selama ini sudah terbiasa melakukan transaksi tanaman hias keluar kota. Bahkan, ada beberapa kepala keluarga yang selamat terhindar dari bencana longsor karena saat kejadian sedang berada di luar kota melakukan transaksi.
(Said Masykuri)-z
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=147162&actmenu=35

Pakis Monyet : Unik dari Istana Kerajaan Tiongkok


Disebut Pakis Monyet karena struktur atau bentuk fisiknya bak sosok monyet mungil yang nongkrong di atas pot.


December 29, 2007) Jangan kira tanaman ini hanya berupa akar serabut kelapa. Ia sejenis palm berjenggot yang masih muda. Tepatnya adalah ia serumpun dengan jenis pohon pakis yang biasa bertengger di sepanjang jalan protokol, perkampungan, dan taman dalam rumah.

Bila Anda melintas di sentra tanaman hias Jl. Harsono Ragunan, Jakarta Selatan (Jaksel), mungkin ada pemandangan unik. Pasalnya, deretan tanaman pakis monyet banyak ditemukan di sentra ini. Bukan harganya yang bikin heran beberapa orang yang melihatnya, tapi lebih karena bentuk dan bulunya yang jarang ditemukan pada jenis tanaman hias lainnya.

Tak heran bila ia diberi nama demikian, sehingga banyak pengunjung menanyakan harga yang dibandrol pada jenis ini. Dari informasi beberapa penjual di sentra ini, jenis tanaman ini didatangkan dari Palembang. Proses pencariannya harus melalui jalan setapak dalam hutan belantara. Dari bentuk fisik yang terlihat, memang cenderung berbulu laiknya monyet. Uniknya lagi, jenis pakis ini sebelum tumbuh daunnya, akan tumbuh batang menjulang serupa dengan ekor monyet.

Mengamati respon terhadap jenis ini, ia diprediksikan bakal menggeser eksistensi bonsai di pelataran bisnis florikultura. Pasalnya, harga yang ditawarkan jenis ini mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu untuk ukuran yang berdiameter 17 cm. Sedangkan untuk ukuran diameter 24 cm dibandrol Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. Itu dikatakan Joko, pemilik nurseri Agung Flora Jakarta.

Ia mengaku, hampir tiap hari mampu menjual 4 pot pakis monyet. Di ajang pameran pun pakis monyet sempat mengguncang pasar. Ini mungkin karena bentuknya yang aneh dan jarang dijumpai di Indonesia. Hanya yang dikhawatirkan para penjual, importir tanaman dari Tahiland ikut bermain untuk mematikan pasar tanaman bentuk unik ini.

Mengandung Nilai Historis

Di balik keunikannya, ternyata spesies ini juga mengandung nilai histories. Sebab, masih kata Joko, ia pernah mendapatkan komentar dari neneknya kalau tanaman pakis monyet ini berasa dari negeri Tiongkok. Dan sebelumnya, telah popular dengan nama golden chicken (ayam emas). Menurut asal-usul di negeri rumpun bambu, kalau pakis monyet biasa terlihat dan ditanam di dalam pemukiman atau tempat tinggal orang terpandang di jaman kerajaan atau pejabat-pejabat jaman dulu. Bahkan ia ditanam di sekitar luasnya area ruang balairung kerajaan di jaman Tiongkok kuno.

Karena mungkin sempat tenggelam ditelan jaman atau bisa jadi mulai langka peredarannya, tanaman ini dianggap antik. Dan di jaman modern ini, pakis monyet ini kembali muncul, sehingga tak heran bila kolektor berburu tanaman unik ini untuk diletakkan di dalam tempat tinggal mewah. Sebab, tanaman ini memang cocok ditaruh di dalam ruangan. Itu sesuai dengan proses perkembang-biakannya sebagai tanaman in-door.

Jenis ini ternyata juga bisa dikreasi seperti adenium. Ruas batangnya bisa dibentuk seperti pembudidayaan adenium pada umumnya. Hanya yang membedakan adalah sistem perawatannya.

Jika dilihat prospek bisnisnya, tanaman ini memiliki proses jangka panjang dan bakal berkompetisi dengan bonsai. Sebab, nilai pasarnya cenderung bersaing dan bahkan sempat menggeser nominal pasar bonsai. Bisa jadi, ke depannya malah bisa menyaingi adenium.

Tanaman ini memiliki sensifitas yang peka. Sesuai anjuran, tanaman ini harus disediakan tempat yang teduh. Bila tidak, maka pertumbuhannya makin melambat. Terkena air pun juga dilarang, karena jika kadar airnya terlalu banyak, maka akan busuk. Pakis monyet sebaiknya diletakkan di tempat teduh. Cara penyiramannya dengan merendamkan tanaman di atas media yang sudah diberi air. Itu dilakukan untuk menghindari daun pakis monyet agar tidak cepat rusak. Mengingat, harganya pun cukup mahal. Kalau panas berlebih pun, maka akan memperlambat tumbuhnya daun. [don] http://www.tabloidgallery.tk/

Tewas Berselimut "Jenmanii" Rp 7 Miliar

SUARA PEMBARUAN DAILY 28/12/07) Wardi, Agus, dan Asmo Pomo (Giyono) adalah juragan Anthurium jenmanii yang selalu menjadi rujukan penghobi tanaman hias. Empat jenmanii milik Wardi pernah ditawar seharga Rp 1,5 miliar, tetapi belum dilepas. Ternyata, jenmanii itu memang harus menjadi milik Wardi selamanya.

Bukan hanya empat, ratusan jenis Anthurium dengan nilai yang menggiurkan ikut terkubur bersama jasad Wardi. Seorang pengusaha asal Jakarta yang menitipkan dua anthurium-nya senilai lebih dari Rp 400 juta kepada Wardi (40), terpaksa harus melepas bunga kesayangannya dengan pasrah.

Pada Rabu (26/12) dini hari kelabu, sekitar 15 orang berkumpul di rumah Wardi. Nahas menimpa mereka.

Dusun Mogol, Desa Ledoksari, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, yang gemah ripah loh jinawi berkat si emas hijau itu, tiba-tiba berubah menjadi lautan lumpur dan isak tangis. Sedikitnya 35 warga dusun, terbenam dan terkubur hidup-hidup dalam lelehan tanah dari bukit di sisi selatan kampung itu.

Seorang bapak menyebut-nyebut nama anak dan istrinya sambil terbenam dalam duka. Desa yang dihuni 180 keluarga itu tiba-tiba harus berkurang 13 keluarga. Sebanyak 13 rumah hancur dan beberapa rusak parah.

Syaiful (37), suami Harsi (32), bapak dari Munir (11) dan Hamid (4), hampir tak bisa mengungkapkan kepedihannya. Istri dan dua anaknya tewas. "Kalau ditanya soal sedih dan duka, tidak bisa diukur. Saya hanya bisa pasrah saja. Ini sudah menjadi kehendak Allah," katanya di rumah orangtuanya yang tak jauh dari lokasi bencana.

Begitu juga Poniman (29). Dia harus kehilangan istrinya Jami (28), buah hatinya, Azka (1), dan ibu kandungnya, Sami (52), dalam musibah itu.

Sedangkan juragan jenmanii Asmo Pomo, kehilangan istri, anak, dan cucunya. Dia juga harus rela kehilangan indukan tanaman yang dia banggakan serta ratusan bibit yang baru disemai. Rata-rata harga jenmanii muda bisa mencapai Rp 1 juta. Tetapi ada juga yang berharga Rp 500 juta.

Syaiful mengisahkan, tragedi itu menyebabkan dia kehilangan bibit bunga yang baru saja dibeli senilai Rp 70 juta. "Belum laku, eh ternyata harus hilang," katanya dengan sedikit tertahan.

Saat kejadian, dia berada di Malang untuk mencari bibit tanaman pesanan pelanggannya. Tak lama dia mendapat pesan singkat (short message service/SMS, Red) dari keluarga yang memintanya segera pulang karena rumahnya kebanjiran. "SMS itu hanya berbunyi 'cepat pulang, rumah kebanjiran'. Jelas saya curiga dan langsung cabut," ujarnya.

Sesampai di kampung halaman, matanya nanar. Pikirannya kosong. Rumahnya sudah porak-poranda.

Sedangkan Agus, yang juga bakul Anthurium, kehilangan dua anak dan istri. Melihat jasad anaknya pun Agus tak kuasa. Kakinya hampir lumpuh ketika menyalatkan jasad anaknya yang baru ditemukan Kamis (27/12) siang. "Ah, harta bukan segalanya...," keluhnya panjang.

Rp 7 Miliar

Bukan hanya nyawa, harta benda milik warga juga ikut tertimbun longsoran tanah. Jenmanii bernilai miliaran rupiah, tak mungkin lagi diselamatkan.

Menurut kabar, di rumah Wardi yang bertingkat dua itu terkubur jenmanii senilai Rp 7 miliar. Rumah Wardi malam itu menjadi rujukan beberapa tetangganya. Setelah bekerja bakti membersihkan longsoran pertama yang tak seberapa, mereka menikmati hangatnya kopi sambil mengobrol. Sekitar 10 lelaki berkumpul di rumah itu. Sebagian dari mereka juga tidur-tiduran. Di samping 10 lelaki, di rumah Wardi juga ada tujuh anggota keluarga lainnya.

Longsor pertama tidak sampai menimpa rumah warga. Saat itu waktu menunjukkan pukul 03.30 WIB dan warga memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing karena sudah masuk waktu salat Subuh. "Selang 15 menit kemudian terjadilah longsor besar itu," ujar Kepala Lingkungan Desa Ledoksari, Widodo.

Longsornya bukit yang tidak diduga sebelumnya itu langsung menimpa sekitar 15 rumah dengan 35 warga di dalamnya. Listrik mati. Warga hanya bisa ternganga. Bingung tak tahu harus berbuat apa. Duka pun menyelimuti dusun itu.

Sentra Tanaman Hias

Terkait peristiwa tragis itu, Bupati Karanganyar Rina Iriani, langsung turun tangan dan sibuk mengatur segalanya, mulai dapur umum sampai mencari logistik. Ribuan relawan juga bergantian menggali tanah merah yang menimbun permukiman penduduk di sana.

Saat ditemui wartawan, Rina mengatakan desa itu memang menjadi objek wisata tanaman hias.

Benarlah apa yang dikatakan orang soal jenmanii. Selain harganya yang menakjubkan, tumbuhan tropis dengan daya tarik pada daun itu, telah menopang perekonomin rakyat. "Dulu pendapatan per kapita hanya Rp 3 juta. Dengan melejitnya jenmanii, maka pendapatan per kapita mampu mencapai Rp 7 juta," ujarnya.

Dengan kejadian itu, jelas Dusun Mogol, Ledoksari, Tawangmangu yang dikenal sebagai salah satu sentra penjualan tanaman hias, harus berbenah dari awal.

Relokasi? Rina menggeleng. Meski jelas-jelas lokasi itu tidak lagi aman ditempati, tetapi apa daya, masyarakat tetap ingin terus hidup di lereng Gunung Lawu itu. [SP/Fuska Sani Evani]

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/28/Utama/ut02.htm

Pohon Duit Anthurium Rp 7 Miliar Musnah Ditelan Longsor

Jakarta - detikcom- 28/12/2007 ) Karanganyar dikenal sebagai sentra penghasil Anthurium Jemanii. 'Pohon duit' Anthurium yang harganya miliaran rupiah ini kini tertimbun longsor. Kerugian ditaksir hingga Rp 5-7 miliar.

Membudidayakan Anthurium menjadi profesi bagi warga di Dukuh Mogol, Ledoksari, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Warga di kawasan itu menjual aneka tanaman hias mahal itu.

Namun longsor pada Rabu 26 Desember 2007 kini telah mengubur tanaman bergengsi itu. Salah seorang warga, Wardi, koleksi Anthuriumnya pernah ditawar Rp 4 miliar. Tetapi tidak dilepasnya. Wardi dan Anthurium kesayangannya pun tidak luput menjadi korban longsor.

"Jika diuangkan itu kerugian dari Anthurium saja bisa mencapai Rp 5-7 miliar. Pak Wardi, korban longsor itu punya koleksi Anthurium yang luar biasa banyak. Bahkan pernah ditawar Rp 4 miliar," kata Bupati Karanganyar Rina Iriani kepada detikcom, Jumat (28/12/2007).

Menurut Rina, Anthurium telah menaikkan perekonomian warganya. "Income warga bisa mencapai Rp 3-7 juta/bulan," ujarnya.
( aan / nrl ) (Hestiana Dharmastuti)
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/12/tgl/28/time/100539/idnews/871921/idkanal/10