17 Desember 2007

LONCENG KEMATIAN ANTHURIUM SIAP BERDENTANG?

Langitlangit.com - Kamis, 22-Nopember-2007) Lonceng kematian anthurium siap berdentang! Peringatan yang terpapar di kolom opini Trubus edisi lalu (Trubus No. 455, Oktober 2007) menjadi topik hangat pemain anthurium. Puluhan telepon, pesan pendek, dan email menjadi saksi perbincangan mereka selama sebulan terakhir. Kalimat itu bagaikan hantu di siang bolong di tengah popularitas anthurium. Benarkah hal tersebut perlu ditakuti?

Sepintas kalimat itu memang menakutkan pencinta anthurium. Namun, bila ditelaah lebih lanjut, peringatan itu mesti dipahami secara positif. Ucapan itu mesti dimaknai sebagai pecut bagi pemain anthurium, untuk membuktikan: anthurium memang layak menjadi tanaman hias bergengsi di masyarakat.

Bagi saya, si raja daun itu memang pantas sebagai tanaman hias bernilai tinggi, terutama Anthurium jenmanii. Sosoknya gagah, berdaun tebal dan keras, serta berkarakter kuat. Semakin bertambah umur dan ukuran, sosok jenmanii kian gagah. Sementara anthurium nonjenmanii kebanyakan berdaun tipis dan lentur. Varian yang muncul dari jenmanii pun jauh lebih beragam dibanding anthurium lain.
Harus diakui tren anthurium yang menggila sejak pertengahan 2006 mulanya dibuat oleh segelintir orang. Namun, perjalanan selama 2 tahun membuktikan, segelintir orang itu tak lagi mampu mengendalikan pasar. Sedikit demi sedikit pasar terbuka karena hadirnya hobiis dan pemain baru yang sebelumnya tak dikenal di jagad tanaman hias Indonesia. Penyebaran mereka meluas hingga Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Papua.

Dengan begitu, demam anthurium tak lagi terkendali. Pasar menjadi terbuka: semiriil dan semisemu. Disebut demikian karena memang permintaan nyata muncul dari hobiis dan pemain baru. Namun, juga semu karena hobiis baru itu bermetamorfosis menjadi pedagang. Jadi, kita memang belum dan tak pernah tahu, siapa ujung dari pasar ini. Secara prinsip, ujung dari pasar tanaman hias yang rill ialah hobiis dan kolektor. Merekalah pencinta anthurium sejati.

Trik bisnis
Prinsip itulah yang mesti disadari pemain anthurium. Di mana pun hobiis dan kolektor selalu menyukai tanaman yang utuh, gagah, mulus, dan kompak. Itu berarti, bila mau bertahan (calon) pekebun dan pedagang mesti memproduksi tanaman dengan kualitas yang diinginkan pencinta anthurium. Niscaya hobiis dan kolektor bakal menyukai. Tidak menutup kemungkinan hobiis dan kolektor baru bakal bermunculan.

Lalu bagaimana dengan fenomena harga anthurium yang melambung tinggi secara tiba-tiba sejak 2 tahun terakhir? Melonjaknya harga terpicu transaksi anthurium yang selalu terjadi dengan harga memukau. Transaksi itu sebagian benar-benar terjadi dan sebagian lagi trik pasar alias tidak terjadi. Namun, sebetulnya trik pasar itu tak hanya terjadi pada anthurium, tapi juga bisnis lain. Jadi siapa pun yang terjun pada dunia bisnis mesti bersiap menghadapi trik bisnis.

Sepanjang transaksi berlangsung suka sama suka, maka itu sah-sah saja. Saya melihat di sinilah uniknya bisnis anthurium. Banyak sekali transaksi yang nilainya ditentukan pembeli, bukan penjual. Tentu ini berbeda dengan aglaonema-kerabat terdekat anthurium yang juga berharga fenomenal. Pada kasus aglaonema, penjual yang menentukan harga, pembeli yang menilai kelayakan sesuai dengan kemampuan kantong. Artinya, pembeli memang suka terhadap barang itu.

Minimalkan risiko
Itulah potret bisnis anthurium. Harga yang melambung tinggi membuat banyak orang tertarik berinvestasi. Dari orang kecil, menengah, hingga kelas atas. Menurut pendapat saya, pemain anthurium yang mendengung-dengungkan keuntungan berinvestasi di anthurium seyogyanya mempunyai tanggung jawab moral untuk membantu para investor baru itu. Mereka mesti bersedia membeli produk pekebun-terutama yang berekonomi lemah yang telanjur berinvestasi di anthurium.

Namun, pengalaman-pengalaman lalu menunjukkan karakter pemain tanaman hias tanahair kebanyakan inkonsistensi alias kutu loncat. Mereka beralih ke produk lain yang menguntungkan kala produk yang digeluti tak lagi mendatangkan laba. Para investor pun mesti arif menyikapi informasi yang menyebutkan investasi anthurium bakal cerah karena ada peluang ekspor. Perniagaan ekspor hanya terjadi bila harga jual produk di sebuah negara lebih kompetitif dibanding produk serupa di luar negeri. Saat ini, harga anthurium di Indonesia paling tinggi di dunia. Maka, ekspor tak akan mungkin terjadi secara besar-besaran.

Namun, dalam dunia bisnis ada istilah jangan lewatkan peluang sekecil apa pun. Begitu juga dengan bisnis anthurium. Selama memang ada permintaan, maka silakan penuhi dengan pasokan. Maksud saya, bisnis anthurium bisa dijalankan asal para pemain sadar akan risiko. Supaya bisnis aman, intinya minimalkan risiko, terutama untuk kalangan kecil. Mereka bisa bermain dengan perputaran bisnis jangka pendek. Misal, dengan modal tanaman seharga Rp100-ribu, mereka segera lepas dengan laba tak terlalu tinggi, misal menjadi Rp125-ribu. Harga jutaan rupiah memang menggiurkan, tapi itu hanya aman dimainkan bila investor sudah memahami karakter pasar. Sebaiknya mereka, para investor baru, pun tidak tinggalkan profesi awal. Anthurium hanya sebagai sumber pendapatan tambahan.

Memahami risiko bisnis juga penting bagi para investor kelas menengah yang membenamkan modal lebih besar. Dalam bisnis, selalu ada untung dan rugi. Namun, kekecewaan akan kerugian bakal sedikit terobati bila kita memang mencintai anthurium. Terlepas dari itu semua, menurut saya, lonceng kematian anthurium belum siap berdentang, setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Si raja daun itu mudah diperbanyak dan disilangkan oleh banyak orang. Bahkan oleh mereka yang tak mengerti ilmu genetika. Itu sebuah peluang, anthurium bakal tetap disukai banyak orang. Anthurium masih bernapas panjang.***
Ir Sugiono Budhiprawira, pemain anthurium di Bogor, kolektor sejak 1980-an/ Dikutip dari TRUBUS, dengan judul: NAPAS PANJANG ANTHURIUM
http://langitlangit.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=108

Tidak ada komentar: