11 Desember 2007

Air Mata Anthurium


Oleh trubuson Sabtu, 01 Desember 2007) Malam senyap, saat sebagian orang meringkuk di balik selimut, Bripka Supriyono terjaga. Gonggongan anjing membangunkan tidur ayah seorang anak itu. Ia mengendap-endap menuju pintu belakang rumahnya. Tangan kanannya memegang revolver yang siap memuntahkan peluru. Dengan gerakan cepat ia membuka pintu dan mengarahkan moncong pistol itu ke beberapa arah.

Namun, secepat kilat pencuri menghilang. Itu bukan kisah di film-film laga, tetapi kejadian nyata di kompleks perumahan Pura Arista, Bojonggede, Kabupaten Bogor. Pencuri menyatroni rumah Supriyono. Mereka membawa kabur 8 anthurium yang tercerabut dari pot. Media tanam berhamburan di bawah rak setinggi pinggang. Pot berantakan. Salah satu yang dicuri adalah Anthurium jenmanii bertulang daun merah yang petang sebelumnya ditawar Rp7-juta.

'Saya syok,' ujar polisi berusia 37 tahun itu. Hampir 2 pekan pascapencurian, puluhan anthurium koleksinya telantar. Padahal, biasanya jam berapa pun tiba di rumah, ia selalu menyempatkan untuk melihat-lihat tanaman hias daun itu. Begitu juga pagi sebelum berangkat kerja, ia masih sempat merawat tanaman anggota famili Araceae itu. Namun, semangat merawat kerabat aglaonema itu seperti hilang.

Harap mafhum, pencurian di rumah polisi itu bukan untuk yang pertama. Bayangkan, hanya dalam waktu kurang dari sebulan, ia 3 kali kecurian. Pertama pada 14 Agustus 2007, 5 pot anthurium berpenampilan prima hilang. Supriyono meletakkan tanaman-tanaman hias itu di sisi kanan rumahnya. Maling leluasa menggondol 5 anthurium-wayang dan jaipong-setelah meloncat pagar tembok setinggi dada.

Sepuluh kali

Polisi yang menekuni bisnis anthurium sejak akhir 2005 itu langsung membuat greenhouse berpagar seng di sisi kanan rumahnya. Namun, ia menyisakan bangunan itu-tanpa pagar seng- sebagai pintu keluar-masuk. 'Toh pintu itu dekat kamar tidur saya. Masak kalau ada orang masuk saya tidak tahu?' ujar Supriyono. Perhitungannya ternyata tak sepenuhnya benar. Betul, si tangan panjang itu tidak melewati pintu itu, tetapi menggangsir alias membuat tembusan di tanah.

Total jenderal 30 pot anthurium hilang. Beberapa yang hilang adalah queen cobra terdiri atas 9 daun yang ditawar Rp30-juta; burgundi, Rp15-juta, dan mangkok, Rp10-juta. Belum lagi jenis-jenis langka seperti tanduk tulang merah dan black dragon. Kerugiannya? Menurut perhitungan Supriyono total jenderal kerugiannya Rp200-juta dari 3 kali kecurian. Itulah sebabnya ia syok, hampir putus asa menekuni bisnis anthurium.

Namun, akhirnya semangat Supriyono berkobar lagi setelah mengingat begitu banyak investasi yang dibenamkan. Usai Lebaran silam, ia membuat pagar seng sepanjang 140 meter. Seng itu memagari lahan kosong yang akan dijadikan sebagai lokasi perumahan. Letak lahan persis di sisi kanan rumahnya. Supriyono menduga area itu kerap dimanfaatkan pencuri untuk melarikan diri. Menurut pedagang yang semula tak tertarik sosok anthurium itu, biaya pembelian seng mencapai ratusan juta rupiah.

Selain itu ia juga membangun pos pengamanan di depan rumah, menggaji seorang satuan tugas pengamanan, dan memelihara anjing. Semua itu dilakukan agar pencurian tak terjadi lagi. Dua tahun terakhir seiring dengan melambungnya popularitas anthurium, kasus pencurian juga meningkat. Bahkan beberapa orang mengalami pencurian berkali-kali seperti dialami Supriyono. Sugiyono Budhi Prawira, pedagang di Bogor, Jawa Barat, misalnya, 10 kali kecurian dengan kerugian ratusan juta rupiah.

Pingsan

Kasus pencurian juga terjadi di sentra terbesar anthurium, Karanganyar, Jawa Tengah. Lihatlah Hauw Lie, pedagang besar di Karangpandan, Karanganyar. Tak tanggung-tanggung 302 Anthurium jenmanii digondol maling. Pencuri mencabut tanaman berukuran 15 cm dan rata-rata terdiri atas 5 daun itu dari pot. Harga sebuah tanaman berkisar Rp1,5-juta-Rp2-juta. Artinya, pemilik Nurseri Gracia itu merugi Rp453-juta hanya dalam semalam pada 1 November 2007.

'Saya yang merawatnya jadi sangat sedih,' ujar Rukimin, karyawan Nurseri Gracia. Rukimin bukannya tak memberi pengamanan untuk greenhouse seluas 50 m2. Ia memagarinya dengan kawat ram, memelihara 2 angsa, melepas anjing pada malam hari, dan menggaji seorang penjaga. 'Angsa sebagai alarm alami ketika ada orang masuk,' ujar Rukimin. Meski, pengamanan berlapis toh pencurian tak terelakkan.

Pencurian tak hanya terjadi pada malam hari, malahan di rumah Ir Purnomo pada pagi hari. Pukul 09.30 sejam setelah ia meninggalkan rumah ke kantor, 2 pemuda berusia 20-an tahun datang untuk membeli anthurium. Hadmanti, ibunda Purnomo, sendirian di rumah melayani mereka yang mengajak berbincang-bincang santai. Seingat Hadmanti, mereka 2 kali datang ke lokasi itu. Seketika muncul 2 pemuda lain yang mengikat kedua tangan Hadmanti. Tali plastik yang lazim sebagai tambang jemuran pakaian itu juga dililitkan ke leher.

Perempuan 75 tahun itu tak sempat berteriak lantaran mereka menyumpal mulutnya dengan gulungan kain. Setelah kedua kaki diikat, perempuan malang itu ditidurkan di dapur. Kawanan perampok itu amat leluasa mengambil 44 anthurium berpenampilan prima. Jenis lemon urat kuning bertongkol satu, umpamanya, ditawar Rp225-juta; jenmanii 2 tongkol, Rp60-juta. Beberapa tanaman yang dicuri sebetulnya sudah dibeli orang.

Jenmanii mini size lemon terdiri atas 2 daun, rencananya pada pukul 14.00 akan diambil seorang pembeli. Tanaman itu laku Rp35-juta. 'Kerugian yang dilaporkan (kepada polisi, red) hanya Rp150-juta. Tetapi kalau dihitung kerugian kira-kira setengah miliar rupiah,' ujar alumnus Fakultas Pertanian Universitas Islam Bandung itu.

Saya belum bisa menerima mengapa ibu dianiaya,' ujar karyawan Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Surakarta itu. Soalnya peristiwa itu membuat ibundanya trauma. Kepada reporter Trubus, Nesia Artdiyasa, Hadmanti menuturkan, 'Sampai sekarang saya belum berani tinggal di rumah sendiri, meski siang hari.'

Jiwa terguncang

Bisnis anthurium memang tak hanya melahirkan senyum mengembang bagi yang meraup untung besar. Namun, banyak juga yang menelan pil pahit karenanya. Sebut saja Mahendradata yang syok melihat anak laki-lakinya dirawat di Rumahsakit Jiwa (RSJ) Magelang, Jawa Tengah. Ketika ditemui Trubus wajah pria separuh baya itu muram. 'Saya masih syok,' katanya singkat. Musababnya, Sentanu-atas permintaan ayahnya, nama itu disamarkan-mendapat pesanan bibit anthurium.

Pria 32 tahun itu bergegas melayaninya dengan mendatangkan satu mobil bibit anthurium. Celaka tiga belas, bibit itu ditolak oleh pemesan lantaran tidak sesuai spesifikasi yang diinginkan. Kejadian itulah yang mengguncang jiwanya. Sentanu yang berbisnis anthurium setahun terakhir itu kerap berjalan sendirian tanpa tujuan jelas. Bila melihat tanaman, mulutnya meracau memberikan komentar.

Anthurium juga menguras air mata Joko Sungkono. Mata guru SD Kemuning, Karanganyar, itu sembap mengetahui 50 jenmanii senilai Rp450-juta tercerabut dari pot. Teriakan tetangganya, 'Maling… maling…,' membangunkannya. Ia langsung mengecek greenhouse di sisi rumahnya. Pot-pot kosong-melompong berserakan tanpa anthurium.

Kisah mengenaskan 'gara-gara' anthurium juga dialami oleh 2 pemuda, sebut saja Arnold dan Armadino, warga Jakarta. Wajahnya babak belur dan mata membengkak dihajar massa. Trubus menjenguk mereka di Rumahsakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Tangan kiri mereka diborgol dengan tempat tidur. Mereka datang ke Surakarta, Jawa Tengah, atas ajakan temannya. Di sana temannya menyewa mobil dan pergi ke sebuah tempat. Di tempat itu Arnold dan Armadino menunggu di luar mobil.

Tak berapa lama, terdegar suara gaduh. Ternyata temannya itu mencuri anthurium. Karena ketahuan, temannya melarikan diri dengan membawa mobil serta meninggalkan Arnold dan Armadino. Karung berisi anthurium ditinggalkan. Nah, Arnold dan Armadino yang mengatakan tak tahu-menahu itu menjadi sasaran amuk massa. Kisah sedih itu juga dialami sebut saja Setyaki. Karyawan sebuah toko penyedia tanaman hias itu mencuri anthurium untuk biaya pernikahannya. Namun, jejaknya mudah dilacak. Alih-alih menikah, ia malah dikeluarkan dari tempatnya bekerja.

Menurut Bripka Supriyono, anthurium menjadi incaran pencuri karena harganya mahal. 'Ketimbang mencuri mobil, mereka (pencuri) pikir lebih enak mencuri anthurium, karena tanpa perlu surat, mudah dibawa, dan mahal,' ujar Supriyono yang memarkir mobil di jalan depan rumah. Anthurium memang membuat banyak orang tersenyum lantaran menikmati laba besar. Namun, banyak juga yang menangis karenanya. Ah, anthurium.… (Sardi Duryatmo) http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=130

Tidak ada komentar: