12 November 2007

Hobi yang Tak Kenal Resesi

Hobi koleksi tanaman hias tak kenal resesi. [Pembaruan/Ruht Semiono]

Mulyono di antara anthurium koleksinya. [Pembaruan/Sotyati]

(SUARA PEMBARUAN) Anthurium di mana-mana. Sejauh mata memandang, yang tampak mencolok adalah anthurium ketika melewati gerai demi gerai di Pesta Tanaman Hias se-Jawa Bali di Yogyakarta, Jumat pekan lalu. Mulai dari Anthurium Black Beauty, Anthurium Gelombang Cinta, Anthurium Keris, Anthurium Cobra, hingga Anthurium jenmanii, terlihat dalam berbagai ukuran.

Di gerai Mata Air, contohnya, tampak "bayi" Anthurium jenmanii ukuran 10 sentimeter ditawarkan seharga Rp 400.000! Di gerai lain, harganya tak jauh berbeda, bergantung pada ukurannya. Memang, Anthurium jenmanii paling banyak dicari selama ini. Permintaan melonjak menyebabkan tanaman ini langka di pasaran.

Sebagian besar anthurium yang dipamerkan memang berukuran besar. Diletakkan dalam pot yang cantik, sosok tanaman itu jadi tampak gagah. Anthurium Gelombang Cinta di gerai Mata Air itu misalnya, tampak seolah mendominasi ruangan. Mulyono, pemiliknya, meletakkannya di tengah gerai. Helai daunnya yang berlekuk berirama, berwarna hijau gelap, mencuat seolah menembus langit-langit saking besarnya. Yang membuat Mulyono senang, anthuriumnya sedang berbunga. Tentu sebentar lagi ia bisa memperoleh bibitnya.

Di sebelahnya, tampak Anthurium Black Beauty, yang sesuai namanya memang tampak cantik dengan tangkai daunnya kehitaman. Kedua anthurium itu dikelilingi "bayi-bayi" Anthurium Keris dan Anthurium jenmanii.

Di deretan "bayi-bayi" Anthurium jenmanii itu, juga, masih bisa ditemui tulisan kol, wayang, teratai. Ternyata, jenmanii pun masih dibedakan lagi ke dalam varietas.

Di gerai lain, tampak Anthurium Keris dengan daunnya yang berukuran panjang. Keris raksasa, tepatnya, karena bisa mencapai ukuran 1,5 meter. Di gerai lain, bisa dijumpai Anthurium Keris Tanduk. Ukuran daunnya sama panjang, namun terkulai, tidak berdiri tegak.

Segmen Jelas

Tepat apa yang diprediksikan Kurniawan Junaedhie, pemilik Toekang Keboen Nursery, sejak Februari lalu, anthurium memang sedang jadi tren. Berlomba-lomba orang menukarkan koleksinya demi untuk memperoleh tanaman hias daun. Agusdin, karyawan di sebuah usaha penerbitan, yang sebelumnya mengoleksi euforbia, mulai dua bulan belakangan ini sering berburu anakan anthurium. "Karena mahal, belinya yang anakan saja. Toh ada kepuasan melihat pertumbuhannya," katanya, menghibur diri.

Ternyata, gaung semarak anthurium lebih terasa di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mulyono menceritakan, seorang pedagang hias asal Solo memborong anthurium. Tanaman hias itu akan dikembangkan di satu kawasan di Solo. "Memang benar. Bisnis ini tak akan ada matinya. Segmennya sudah jelas," kata Mulyono yang memulai usahanya sebagai kolektor.

Hingga kini terhitung sembilan tahun Mulyono menekuni usaha jual-beli tanaman hias, yang ia akui mampu menghidupi keluarga dengan dua anak itu, satu di bangku SMA dan satu lagi masih duduk di bangku SMP. Ia punya alasan mengemukakan alasan itu. Sebelumnya ia telah mencoba berusaha di bidang lain, seperti usaha di bidang elektronik dan jual-beli kendaraan.

Aris, pengelola pesta tanaman hias itu, menggambarkan bagaimana semaraknya usaha di bidang itu. Sebulan selepas gempa bumi melanda Yogya, contohnya, ketika berlangsung pameran yang sama, penjualan tidak menurun. "Sempat saya tanya apakah si ibu yang membeli tanaman itu luput dari amukan gempa, eh, nyatanya rumahnya juga rusak. Tapi rumah rusak karena gempa tidak menghalanginya untuk menyetop kegemarannya mengoleksi tanaman," Aris menambahkan, sambil tertawa.

Ke Depan

Mulyono maupun umumnya pedagang besar tanaman hias lain memprediksikan "kejayaan" anthurium masih berlangsung hingga akhir tahun ini. Sampai berakhirnya musim kemarau. Karena, memasuki musim penghujan, ia memprediksikan filodendron dan aglaonema kembali jadi tren.

"Selalu begitu, berganti-ganti. Itu pun berdasarkan pengalaman saya selama ini bergelut di usaha ini," kata Mulyono, yang membuka kebun di Magelang.

Pedagang besar, yang umumnya mempunyai kebun luas, menurut Aris maupun Mulyono, mulai saat ini tentu sudah menyiapkan filodendron dan aglaonema koleksi barunya. Umumnya, mereka yang disebut trend-setter, yang mulai memperkenalkannya, terutama lewat pameran. Salah satu trend-setter untuk aglaonema yang sangat dikenal adalah Gregori Hambali.

Dari tangan peneliti yang sebelumnya lama berkarya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu, telah lahir beberapa aglaonema. Salah satu yang spektakuler adalah Aglaonema Pride of Sumatera, yang pernah memenangkan gelar juara dalam lomba tanaman hias internasional Floriade di Belanda. Tepatnya tahun 2002.

Dan, diakui atau tidak, pameran tanaman hias selama ini berhasil mengalihkan perhatian sebagian masyarakat untuk mulai mencintai tanaman hias. Simak saja dalam pameran-pameran tanaman hias, seperti Pameran Flora-Fauna di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, yang diselenggarakan setiap tahun, pada bulan Agustus.

Memang, segmennya jelas. Hobi mengoleksi tanaman hias tak kenal resesi. Mulyono sendiri mengakui, setiap pameran ia tak pernah merugi. "Lumayan. Masih bisa menabung," katanya.

Karena "bermain" di dunia seperti itu, maka Mulyono menyisihkan sebagian keuntungannya untuk berburu tanaman hias lain. Ia harus mempunyai kekhasan, ia harus mempunyai sesuatu yang dijual. Hanya dengan cara seperti itu, pencinta dan kolektor tanaman hias akan meliriknya.

Sambil tersenyum ia mengatakan, baru saja melepas Adenium variegata-nya dengan harga Rp 3 juta. Ia pun sudah menawarkan sikas uniknya yang diletakkannya di depan gerai, lengkap dengan trofi yang menyebutkannya meraih gelar juara III lomba tanaman unik pada pesta tanaman hias itu.

Memang, sikasnya memang berbeda dengan sikas yang umumnya berdaun jarum. Sikasnya berdaun kecil-kecil, lebat. "Akan saya lepas Rp 3 juta juga," katanya, tersenyum. [Pembaruan/Sotyati]

Tidak ada komentar: